Senin, 31 Oktober 2011

PENDALAMAN PROTOKOLER

A.    PENDAHULUAN.
Setiap kita mendengar kata “PROTOKOLER” maka pada umumnya yang terlintas dipikiran kita adalah seorang yang berdiri dihadapan mike sambil memandu suatu acara (Master of Ceremony)
Gambaran tersebut tidak salah, akan tetapi belum menjawab arti tentang PROTOKOL tersebut secara lengkap, sebab tidak hanya terbatas mengenai berlangsungnya acara saja. Namun itu hanyalah merupakan salah satu aspek dari PROTOKOL.

B.     PENGERTIAN

Istilah PROTOKOL berasal dari bahasa latin yaitu Protokolum. Sedangkan bahasa aslinya berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu :
Þ    Protos yang berarti pertama
Þ    Kolla yang berarti melekat
Pada mulanya pengertian PROTOKOL adalah lembar pertama yang diletakkan pada suatu dokumen yang biasanya bersisi suatu tata tertib / tata cara.
Adapun pengertian PROTOKOL dalam arti yang lebih khusus adalah yang sering kita lihat yang berkaitan dengan segala kebutuhan yang bersangkut paut dengan suatu kegiatan, mulai dari sebelum kegiatan berlangsung sampai pada pelaksanaan suatau acara.

C.    PENTINGNYA PROTOKOL
Didalam setiap mengorganisir suatu acara baik resmi ataupun tidak resmi, PROTOKOL memegang peranan yang sangat penting demi suksesnya acara tersebut, apalagi menyangkut hubungan dengan pejabat.
Sehingga gagal atau suksesnya suatu acara semata-mata tergantung pada salah satu benarnya PROTOKOL dalam usaha tersebut. Didalam PROTOKOL yang dipergunakan terdapat 2 (dua) unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut :
1.       Tata cara / tata usaha
Didalam setiap acara resmi maupun tidak resmi akan selalu diupayakan untuk dilaksanakan dengan hikmat, megah dan agung. Dalam perbuatan atau tindakan yang dilakukan selalu berdasarkan aturan yang telah dilakukan. Aturan tersebut berupa urutan atau tata cara yang harus dipersiapkan sebelum kegiatan dilaksanakan sampai pada pelaksanaan suatu acara, meliputi :
a.       Pembentukan Panitia.
b.      Pembuatan Proposal
c.       Undangan, siapa yang diundang, jumlah yang diundang harus disesuaikan dengan kapasitas tempat, undangan VIP dan biasa.
d.      Pemberitahuan
e.       Surat Izin.
f.       Pengaturan tempat, letak jarak kursi, podium harus disesuaikan dengan klasifikasi undangan, jangan sampai podium membelakangi undangan, tempat duduk perlu diberi tanda untuk memudahkan undangan duduk.
g.      Pengaturan lampu, diatur yang tepat dan dipilih tempat-tempat yang strategis.
h.      Pengaturan Dekorasi, hiasan dekorasi merupakan penjelasan disingkat pada acara tersebut, tulisan singkat mudah dibaca dan dimengerti. Tempatkan dekorasi pada tempat yang sekiranya semua hadirin dapat membaca.
i.        Louds Speaker (Sound System) diusahakan semua undangan dapat mendengarkan dengan jelas.
j.        Penerima tamu, haruslah dicarikan orang yang luwes, berpakaian sopan, rapih, ramah agar dapat menimbulkan kesan yang baik kepada tamu undangannya sekaligus menunjukkan tempat mana yang harus ditempati, jika tamu itu orang mulia hendaknya jika pulang diantarkan sampai pintu gerbang, usahakan jangan sampai mengusir tamu yang sudah duduk, akibatnya akan merusak perasaan, maka untuk menghindari itu diberi tanda tulisan sebagai petunjuk.
  1. Tata Laksana berlangsungnya acara.
2.      Susunan acara, dapat disesuaikan dengan kebutuhan (sesuai acaranya )
3.      Mengkondisikan petugas yang akan tampil.
4.      Pengaturan waktu maksimal + 5 jam.
Salah satu bagian yang paling penting pada berlangsungnya acara adalah petugas MC (Master of Ceremony). Sehingga perlu ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan untuk menjadi petugas MC yang baik dan benar :
1.      Percaya diri (PD)
2.      Suara yang bagus
3.      Kreatif
4.      Berpengalaman
5.      Bahasa, Vokal dan intonasi harus jelas dan benar
6.      Penampilan
7.      Harus membawa teks
Dari penjelasan tersebut diatas petugas MC mempunyai fungsi yang penting. Bagi kelancaran tugas seorang PROTOKOL  sehingga dua unsur ini adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.


D.    SYARAT-SYARAT TEKNIS UNTUK MENJADI PEMBAWA ACARA YANG BAIK

1.      Menguasai acara (tertib acara)
Setiap pembawa acara harus menguasi acara sepenuhnya, agar acara dapat benar-benar berjalan sesuai dengan urutan atau sistematika yang semestinya. Dengan penguasaan acara dimungkinkan tidak terjadi tumpang tindih, mana yang semestinya di awal dan mana yang semestinya di akhir.
2.      Bahasa
a.       Kalimat/kata/logat/naskah untuk announcing disusun dengan kalimat berdasarkan tata bahasa Indonesia. Jangan terlalu menggunakan kalimat yang terlalu panjang. Kata-kata yang dipakai tepat dan dapat dipahami oleh hadirin. Dalam pelaksanaan pembawa acara logat bahasa Indonesia cukup indah didengar. Jangan menggunakan bahasa Indonesia dengan logat bahasa Belanda atau bahasa lainnya.
b.      Artikulasi
Artikulasi semua vokal dan konsonan diucapkan tidak ada yang dikurangi dan ditambah. Semua huruf dibaca sesuai dengan bunyinya. Misalnya, Kata “dengan” jangan dibaca “dengen” kata “mempertahankan” jangan dibaca “mempertahanken”.
c.       Semua kekurangan dalam pembicaraan diejakan.
d.      Susunan kalimat dan kata-kata yang dipergunakan disesuaikan dengan keadaan hadirin. Misalnya orang-orang tua atau anak-anak muda atau kanak-kanak. Bahasa yang digunakan di hadapan anak-anak tentunya berlainan dengan bahasa untuk orang tua. Ada istilah kekanak-kanakan, istilah remaja, kalimat feminim, kalimat tegas, jelas, maskulin, penggunaannya harus benar-benar disesuaikan.
e.       Jika menggunakan kata-kata asing hendaknya cara menggunakannya yang benar, jangan sampai salah.

3.      Suara (vokal)
  1. Sebaiknya suara memiliki suara microphone
  2. Suara harus pada mulut paling depan dan diucapkan terang dan jelas. Untuk orang Indonesia tidak sulit, karena kata-kata dalam Bahasa Indonesia diucapkan dengan huruf terbuka.
  3. Dengan berbicara pada bagian mulut terdepan disertai artikulasi yang baik akan menimbulkan resonansi (gema) yang baik.

4.       Nafas
Nafas dan suara manusia bersangkut paut. Nafas hendaknya diatur, berhenti pada koma dan titik. Jangan sampai nafas terdengar.

5.       Kepribadian/Personality.
Seyogyanya anda tampil wajar dan jauhkan dari kesan dibuat-buat, jadilah diri anda sendiri dan jangan meniru kepribadian orang lain.

6.       Penggunaan Alat Pengeras Suara
a.       Mike mempunyai peranan yang sangat penting untuk membawakan acara. Mike bukan hanya alat teknis. Mike adalah alat yang artistik seperti instrumen musik bahkan dapat memperindah suara manusia.
b.      Jangan berbicara terlalu dekat dengan mike. Jarak yang baik kurang lebih 20 cm. Terlalu dekat akan mengakibatkan suara seperti ledakan, meskipun demikian hasil suara tergantung dari kualitas mikrophonenya.

7.       Berbagai Cara Penggunaan Mike
a. On Mike                         - Berbicara didepan mike secara biasa
b. Off Mike                        - Berbicara disamping mike karena suara diperkeras
c. Going On Mike              - Berbicara dari dekat menjauhi mike. Mike yang baik
        untuk membawa acara adalah sensitif dan merupakan 
        omnidirection mike yang dapat digunakan dari segala
        arah.


8.       Membawakan acara sesuai dengan acara yang telah ditentukan.
Untuk acara resmi tentunya membawakannya lain dengan acara hiburan. Untuk acara hiburan dapat diberi ulasan dan dibumbuhi sehingga menarik.

9.       Dengan cepat mencari jalan keluar apabila menghadapi kemacetan suara.
      Antara acara yang satu dengan yang lainnya harus ada kontinuitas.

10.   Disiplin waktu adalah sangat mutlak


E.     PANCARAN KEPRIBADIAN (PROJECTION MOF PERSONALITY)

Pembawa acara dalam melaksanakan tugasnya diukur dari pancaran kepribadiannya. Pancaran kepribadian tersebut titik beratnya adalah penampilan (appearance). Penampilan itu merupakan bentuk, citra diri seseorang, karena penampilan merupakan sarana komunikasi antara kita dengan orang lain. Seseorang yang tampil menarik adalah salah satu kunci sukses pembawa acara.
            Beberapa factor penunjang penampilan seseorang untuk memantapkan rasa percaya diri adalah :
1.      Sikap yang luwes, tapi menarik (adbtability).
2.      Bergaya wajar, tanpa dibuat-buat (Naturalness).
3.      Ramah tamah / akrab (Friendliness).
4.      Ekspresi muka dalam menghadapi audience (pandangan mata dan sikap kepala).
5.      Kebersihan dan kerapihan.
6.      Kesungguhan, kejujuran (sincerity).

F.     MENGATASI RASA GUGUP

Untuk mengatasi rasa gugup disarankan hal-hal sebagai berikut.
1.      Kuasailah materi yang akan disajikan dengan sebaik-baiknya betul-betul mantap.
2.      Yakinlah akan penampilan anda terutama cara berbusana dan kebersihan badan.
3.      Berbaurlah dengan para undangan sebelumnya, supaya tidak merasa asing terhadap mereka, yang nanti akan mendengarkan anda.
4.      Kalau perlu minumlah air putih sebelum bertugas.
5.      Perlu diperhatikan bahwa bukan hanya pidato yang penting, tetapi juga persiapan yang matang serta kemampuan untuk mengatasi sistuasi yang mendadak.
6.      Displin diri merupakan salah satu hal yang harus dimiliki dalam menjalankan tugas.
7.      Hindarilah sikap berlebihan dan rasa lekas puas.
8.      Public Speaking bukanlah suatu kepandaian yang semata-mata diwariskan, melainkan juga suatu hasil kerja kerras dan hasil dari mengumpulkan informasi dengan cara mendengarkan dari pihak-pihak lain.
9.      Berdoalah ke hadlirat Allah swt.

G.    PERANAN PEMBAWA ACARA

Berbagai sektor kegiatan dalam dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat, berorganisasi dan berkeluarga umumnya terdapat peristiwa-peristiwa yang memerlukan persiapan, perencanaan, pelaksanaan, yang akan mempertaruhkan nama baik dan kewibawaannya.
Peristiwa tersebut terjadi, mengingat sesuatu kebutuhan yang telah direncanakan sebelumnya, misalnya ; perayaan dll. Dalam peristiwa tersebut diperlukan seseorang yang paling menonjol untuk menyalurkan segala sesuatu yang telah direncanakannya, seseorang itu dinamakan Pembawa Acara.
Pembawa Acara atau Announcer dalam suatu acara amat penting peranannya, tidak jarang suksesnya acara ditentukan oleh keberhasilan Pembawa Acara dan Pembawa Acara itu adalah merupakan salah satu bagian daripada tugas-tugas protokol dan ia disebut sebagai pengatur tertib jalannya acara. Oleh karenanya harus memiliki kategori “Qualifien”.

H.    TUGAS POKOK PEMBAWA ACARA

1.      Bertugas mengumumkan acara yang akan berjalan.
2.      Bertugas memberikan perhatian hadirin untuk mengikuti jalannya acara.
3.      Bertugas mengatasi hambatan-hambatan jalannya acara dan bertanggung jawab agar acara tetap berjalan dangan lancar.
Penjelasan
1.      Bertugas mengumumkan acara yang akan berjalan.
Ia adalah seorang yang mengetahui dengan baik dan mampu mengumumkan acara-acara yang akan berlangsung. Sebelum bertugas seorang pembawa acara wajib mempelajari keseluruhan acara yang akan berlangsung.
Sebagai pengetahuan, membawa acara termasuk bagian dari ilmu “Public Speaking” atau berbicara dengan orang banyak “ Annauncer”. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah “Pembawa Acara”. Pengetahuan membawakan acara perlu ditunjang oleh ilmu pengetahuan lainnya, diantaranya bahasa, psikologi, sosiologi, etika dan sebagainya.
Setiap orang dapat belajar membawakan acara, karena pada dasarnya membawakan acara adalah kemampuan bercakap-cakap. Yang paling penting dalam membawakan acara adalah memiliki microphone voice, sedangkan suara adalah anugerah Tuhan dan suara seseorang itu dciptakan oleh Tuhan dengan bentuk dan  warna yang berbeda sejak manusia itu lahir.
Dalam membawakan acara, apakah suara kita enak terdengar setelah melalui alat pengeras suara (microphone). Dengan demikian tak dapat disangkal lagi bila dikatakan bahwa suara adalah pantulan dari kepribadian seseorang, suara yang baik, diucapkan secara simpatik, jelas dan lengkap akan menarik perhatian hadirin.

2.      Bertugas menarik perhatian hadirin untuk mengikuti jalannya acara. Sebagai seorang pembawa acara yang baik dia harus dapat menarik perhatian hadirin atau undangan. Maksudnya, hadirin akan tertarik dengan penampilan pembawa acara, dari apa yang terlihat dan dari apa yang didengar.

a.      Yang terlihat
- Pakaian                     : Harus serasi, nyaman dipandang.
- Dandanan                 : Enak dipandang, tidak menyolok.
- Wajah                        : Segar, gembira dan ramah.
- Gerakan                    : Wajar, serasi dan sopan.
- Pembawaan               : Tenang, berwibawa, simpatik dan mengesankan.

b.     Yang didengar
- Suara                         : Lunak, lemes dan wajar.
- Bahasa                      : Mudah dimengerti
- Jelas didengar          
- Benar ucapannya     
- Menggema

3.      Bertugas mengatasi hambatan-hambatan jalannya acara dan bertanggung jawab agar acara tetap berjalan dengan lancar. Sebagai pembawa acara yang baik, selain dapat bertugas mengumumkan acara yang sedang dan akan berjalan, ia harus dapat menarik perhatian hadirin. Ia juga harus dapat mengatasi hambatan-hambatan / kemacetan acara dan dapat mengisi kekosongan acara.
Dilapangan tidak semua acara selalu bersih dan berjalan lancar. Karena dapat terjadi hal-hal yang tidak terduga yang merupakan hambatan bagi kelancaran suara. Seorang pembawa acara harus mampu mengatasi dan bagi pendengar atau hadirin selalu dijaga agar tidak merasakan telah terjadi hambatan. Dengan demikian seorang pembawa acara harus memiliki pengalaman dan pengetahuan serta latihan-latihan secara rutin.
Beberapa cara untuk mengatasi hambatan ;
Untuk mengisi kekosongan waktu pada suatu acara, dengan :
  1. Pembawa acara harus peka / cepat tanggap terhadap suatu masalah.
  2. Pandai berbicara, dapat dengan segera mengisi kekosongan acara tersebut.
  3. Dapat menguasi massa / hadirin.

I.       TUGAS PEMBAWA ACARA SECARA UMUM

1.      Dilihat dari segi sistematika

a.       Menyusun acara

b.      Mengecek pengeras suara
c.       Mengecek kesiapan acara
d.      Mengecek kehadiran
e.       Membawakan acara
f.       Menyimak jalannya acara
g.      Mengendalikan acara
h.      Menguasai dan mengatur hadirin
i.        Memperhatikan :

1.      Isyarat

2.      Ungkapan

3.      Emosi

2.      Dilihat dari segi isi
a.       Pembawa acara mengumumkan acara-acara menurut aturan dan saat yang telah ditentukan demi tertibnya upacara/acara.
b.      Seorang pembawa acara harus mempunyai suara yang baik, terang dan paham akan maksud, tujuan dan pelaksanaan acara.
c.       Dalam mengantarkan acara dipergunakan uraian-uraian yang bersifat lebih  menghormati daripada bersifat perintah.
d.      Pembawa acara pada waktu membawakan acara harus benar-benar sesuai dengan acara yang dibawakannya (hiburan, peringatan, ulang tahun dan lain-lain).
e.       Uraian pembawa acara hanya untuk mengantarkan acara-acara pokok / penting saja, jadi tidak semua gerakan dicontohkan oleh Pembawa Acara.

J.      FAKTOR UTAMA BAGI PEMBAWA ACARA

Seseorang yang telah menggeluti bidang ini atau akan diarahkan / dibina serta yang berkeinginan menjadi Pembawa Acara yang qualifed / professional (berpengalaman) dilandasi oleh beberapa faktor, yaitu :
1.      Pembawaan Kelahiran
2.      Ilmu Pengetahuan/Knowledge
3.      Penampilan/Appearance
4.      Faktor Suara
5.      Konsentrasi
6.      Koordinasi
7.      Disiplin

Penjelasan :
1.    Pembawaan Kelahiran
Pembawaan kelahiran atau warisan biologis disebut juga “watak”. Watak adalah bagian dari kepribadian seseorang. Watak itu sesuatu keseluruhan dari sifat-sifat atau cirri-ciri dan dorongan-dorongan yang telah tertentu. Bapak Ki Hajar Dewantara menyatakan : “Watak terjadi karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh ajar yang dinamakan dasar yaitu bekal hidup atau bakat dari alam sebelum lahir yang sudah menjadi satu dengan kodrat hidupnya anak, sedangkan yang disebut ajar yatiu segala sifat pendidikan dan pengajaran mulai anak dalam kandungan ibu hingga akil baligh ayng bias mewujudkan intelligible yakni tabi’at sedangkan tabi’at merupakan bagian dari kepribadian. Jadi watakpun merupakan bagian dari kepribadian. Watak manusia yang menjadi pembawaan seseorang yang alngsung dipengaruhi oleh warisan pembawaan kelahiran ada tiga macam, yaitu : Perangai, Iteligensi, dan Bakat.

a.      Perangai
Perangai seseorang terbagi dalam empat klasifikasi, yaitu :
1)      Sanguinis             : Optimis, Gembira, giat.
2)      Phlegmatis          : Berperangai dingin /lesu
3)      Choleris               : Lekas marah
4)      Melancholis         : Pesimis dan sayu
Perangai masih belum meliputi seluruh tabi’at / watak manusia malahan jauh daripada itu. Perangai tidak menentukan sifat-sifat seseorang seperti : sifat Altruis (ingat kepada orang lain), Sifat Egois (mementingkan diri sendiri).

b.        Inteligensi Kemampuan
Inteligensi ini ada hubungannya dengan warisan biologis yang menjadi pembawaan seseorang, hal  ini nyata sekali kalau diperhatikan ada anak yang dilahirkan selalu demikian, malahan dengan potensinya untuk menjadi inteligensi. Inteligensi ini adalah merupakan potensi umum. Ini merupakan perkembangan yang lurus kepada perwujudan inteligensi. Secara alamiah dapat ditemukan beberapa kenyataan, yaitu : pada orang yang berjiwa pandir sering dijumpai sifat-sifat yang baik seperti kejujuran, kesetiaan dan kemurahan hati, sedangkan pada orang yang amat inteligensi kadang-kadang dapat dilihat sifat-sifat yang jelek yaitu menyimpang dari kaidah-kaidah kesulitan.

c.         Bakat
Bakat ada hubungannya dengan warisan biologis, hal ini dapat dilihat dengan jelas pada anak-anak yang berbakat. Bakat memerlukan perkembangan, misalnya dengan pendidikan, latihan dan belajar. Bakat merupakan unsur kepribadian atau watak seseorang yang penting, lain halnya dengan perangai dan iteligensi.
Dari uraian tentang perangai, inteligensi dan bakat maka watak dapat disimpulkan yaitu merupakan keseluruhan sifat-sifat seseorang tidak lepas dari situasi, kondisi dan lingkungan sekelilingnya.

2.        Ilmu Pengetahuan / knowledge
Seseorang pembawa acara harus memiliki dasar pendidikan khusus maupun umum. Hal itu dapat diperoleh dengan mengikuti kursus-kursus, membaca Koran / majalah, melihat siaran televisi /radio khususnya siaran berita dan lain sebagainya agar baginya memiliki suatu kemampuan oleh karena tanpa itu maka amat sukar menjadi pembawa acara yang baik dan benar serta sebutan istilah baik di dalam pemerintahan maupun sosial kemasyarakatan merupakan tolok ukur ilmu pengetahuan, karena sesutau yang diucapkan pembawa acara, langsung mengenai harkat, derajat dan martabat seseorang.

3.        Penampilan / Appearance
Penampilan bagi pembawa acara adalah harus dapat menciptakan kepercayaan bagi hadirin terhadap dirinya. Faktor yang harus diperhatikan  oleh pembawa acara dalam hal penampilan adalah make up, penggunaan pakaian, gaya dan pengucapan.
Di bawah ini uraian tentang hal tersebut sebagai berikut :
a.         Make Up
Dalam menggunakan make up kita harus dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, malam, siang dan pagi.
b.        Pakaian.
Kita harus dapat menyesuaikan diri dalam acara mengenakan pakaian, resmi / tidak resmi, warna pakaian, suasana pagi, siang dan malam.
c.         Gaya
Gaya adalah suatu bentuk gerakan bagi si pembawa acara dalam posisi berdiri, berjalan, diam, berbicara. Bila kita bersemangat tentu pendengar juga semangat, dan ini diukur dari volume suara yang akan menumbuhkan daya tarik si pendengar. Berusahalah untuk menyesuaikan diri dengan audiens karena pembawa acara merupakan show window / tempat mempertontonkan contoh.

4.        Pengucapan /Pronounciation
Pengucapan / penyampaian ide adalah merupakan teknik  membawa / menyampaikan suatu aspirasi / ide yang di dalamnya harus di lukiskan dalam bentuk inspirasi, hakikat membentuk pola intonasi adalah untuk menonjolkan sesuatu yang dipandang lebih penting dari pada bagian lain. Juga diperlukan kemahiran dalam penggunaan bahasa, teknik, gaya pembawaan yang baik bebas dari logat daerah yang memiliki gaya persuasif (meyakinkan dalam membawakannya).

5.        Faktor suara
Volume suara dalam membawakan acara, berpidato dan berbicara santai amat berbeda, adapun faktor suara yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
a.       Suara dikumandangkan jelas dan mengandung arti bagi si pendengar.
b.      Suara yang dikumandangkan harus dapat menciptakan suasana yang menyenangkan.
c.       Suara yang dikumandangkan mampu menjiwai isi yang diutarakan dan lebih daripada itu dapat dijiwai oleh pembawa acara.
d.      Volume suara yang dikumandangkan amat tergantung dari isi.
Pembawa acara harus pandai mengatur jarak antara mulut dan microphone dan dapat dilakukan dari berbagai jarak / arah.

6.        Konsentrasi
Seorang pembawa acara pada saat bertugas hendaknya konsentrasi betul-betul diterapkan dalam dirinya dan prinsip pemusatan pikiran di mana dia saat ini, apa yang akan diucapkan kelak, apa yang terjadi setelah pengucapan itu dan mengetahui bagaimana akhir perbuatannya itu. Konsentrasi juga akan membentuk rasa tanggung jawab yang tinggi, hindarkan senda gurau yang tidak berarti karena hal itu akan merusak konsentrasi.

7.        Koordinasi
Koordinasi ini dilakukan dengan pemeran lainnya seperti bagian peralatan, konsumsi, penerima tamu, pelaku dan personal lain yang merupakan patner pembawa acara untuk menciptakan suksesnya acara. Koordinasi di dalam gerakannya terdapat empat sekotr yaitu :
a.       Reporting ( dari bawahan kepada atasan).
b.      Konsultasi (antara sesama).
c.       Intruksi (dari atasan kepada bawahan).
d.      Terinformasi ( smua pihak).

8.        Disiplin
Disiplin dalam pengertian khususnya adalah tertib dan taat, dan mempunyai pengembangan yaitu :
a.         Tentang kehadiran (jam J-1)
b.        Tentang ketaatan dalam membawa acara yang telah disusun dan disahkan.
c.         Tentang hierarkhis kepada siapa ia bertanggung jawab dan tata atas perintah, karena bila semua orang dapat mengomandonya maka acara yang telah disusun dan disahkan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
d.        Berpakaian harus tertib sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

K.    ASPEK MENTAL DAN SEORANG PEMBAWA ACARA.
            Terdapat dua aspek utama dalam MC / pembawa acara yaitu :
1.      Segi Mental
2.      Segi Fisik

Penjelasan :
1.      Segi Mental / Non Fisik
a.       Dapat dikatakan bahwa tugas utama MC merupakan panggilan lahir dan batin, kemudian dikembangkan dalam suatu profesi yang mantap tapi juga akan berhasil melalui latihan yang tekun.
b.      Perlu memiliki suara yang baik, tenang, paham akan maksud dan tujuan pelaksanaan acara agar mengenai sasaran rasa santai dan canda (Sense of Humor).
c.       Hal ihwal sopan santun (etiket). Penampilan harus tetap dijaga dan meyakinkan. Perhatikan posisi berdiri, duduk agar tampil baik dan meyakinkan.
2.      Segi Fisik
a.       MC tidak dibenarkan menyebutkan tamu satu persatu kecuali tamu VIP (Very Important Person)
b.      Tidak dibenarkan memberikan ulasan / komentar atau tanggapan terhadap hal yang telah dikatakan oleh pembicara lain.
c.       Tidak berdiri sendiri dalam menjalankan tugasnya, melainkan banyak tergantung pada “Team Work” dengan anggota panitia lainnya.
d.      Perlu Giat mengumpulkan data yang mendukung suatu acara, dan dalam mengumpulkan data harus berusaha sendiri mengambil inisiatif (tidak menunggu datangnya data secara Pasif).

L.     PENUTUP

Demikian catatan singkat yang bisa kami sampaikan, sehingga motivasi serta dorongan dalam upaya meningkatkan SDM utamanya dalam bidang PROTOKOL. Kami menyadari kelemahan dan keterbatasan kemampuan yang ada pada diri penulis, sehingga pasti terjadi banyak kekurangannya. Untuk itu mohon dimaafkan.

 

Kamis, 29 September 2011

GURU SEJATI GURU YANG MAMPU MENJABARKAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KETELADANAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA TERBAIK

Definisi Kepemimpinan
Orang - orang alim sering mengemukakan bahwa setiap orang dihadirkan di permukaan bumi ini sebagai pemimpin atau kholifah “kullukum ro’in mas’uulun annroiyatihi”. Sekurang-kurangnya pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarganya, sesama manusia lainya sampai dengan lingkunganya yang lebih luas lagi. Masih berkaitan dengan ihwal pemimpin, orang-orang alimpun mengatakan bahwa, sebaik-baiknya manusia adalah ia atau mereka yang paling berarti bagi sebanyak-banyak orang lain “khoirunnasi anfa’uhum  linnas (Al-Hadits). Artinya, salah satu kriteria dari seorang pemimpin adalah, bahwa status, peran dan kebijakan-kebijakanya mesti berkualifikasi paling berarti atau bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya orang yang dipimpinya. Generasi muda termasuk para mahasiswa adalah calon-calon pemimpin, sekurang-kurangnya bagi dirinya sendiri dan kelak bagi keluarganya. Oleh karenanya, mereka mesti mengenal, memahami dan bahkan mengaplikasikan segenap pengalaman belajarnya, khususnya kajian yang berkenaan dengan kriteria, status, peran, dan wewenang seorang pemimpin agar menjadi pemimpin yang paling berarti bagi sebanyak-banyak orang yang dipimpinnya.
Apakah arti kepemimpinan?  Menurut sejarah, masa “kepemimpinan” muncul pada abad 18. Ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:
  1. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk  mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
  2. Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).
  3. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
  4. Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
  5. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut.

PENGERTIAN PEMIMPIN
Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya  jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama (Panji Anogara, Page 23).

URGENSI KEPEMIMPINAN DENGAN KETELADANAN

Kita sangat berhajat memiliki pemimpin dengan sebuah visi besar tentang masa depan bangsa ini. Namun, kita lebih membutuhkan pemimpin yang mampu memberi teladan. Rakyat yang terus menerus dihantam pemiskinan struktural sejak krisis yang di mulai tahun 1997, tentu tak semuanya paham dengan narasi visi absurd seorang pemimpin tentang kemana arah kapal bangsa ini hendak dibawa berlayar. Tetapi hati mereka sangat mudah merasakan sentuhan empati seorang pemimpin atas kondisi riil yang mendera hidup mereka sehari-hari.
Mungkin ini tragedi yang paling pahit dirasakan rakyat kecil. Mereka kehilangan figur pemimpin dengan model keteladanan yang tak diragukan. Tak sedikit mereka berkata dengan nada gamang, kita menghadapi zaman besar dengan dipimpin orang-orang kerdil. Dunia semakin tanpa batas. Persaingan bukan lagi antar Negara. Tapi, kota melawan kota. Bahkan, individu melawan individu.
Persaingan antara bangsa semakin kompetitif. Bangsa besar ini membutuhkan pemimpin yang bisa memenangkan kompetisi itu. Setidaknya kehadirannya di pentas global bisa mengangkat martabat dan kehormatan bangsa di hadapan bangsa lain. Sayangnya, kebanyakan elite kita masih terkurung di dalam kubangan persoalan diri mereka sendiri. Ada yang sibuk mematut-matut citra diri di depan publik. Ada yang tak bisa membedakan antara urusan institusi dengan urusan pribadi, bertengkar dengan orang dekat untuk berebut pengaruh. Ada yang dalam diam diam-diam menikmati menjadi ratu dengan vested interes orang-orang yang menghasungnya. Ada yang tinggi hasrat berkuasanya setinggi hasratnya dikelilingi aktris-aktris cantik. Ada juga yang merasa dirinya berhasil menjadi seorang pemimpin, tapi mengemis-ngemis dukungan untuk bisa tampil dalam kompetisi seleksi pemimpin.
Banyak faktor yang menjadi sebab langkanya pemimpin yang genuine (sejati) muncul. Pertama, faktor hukum yang lembek. Ketidaktegasan hukum dalam menyelesaikan kasus-kasus yang melibatkan elite membentuk sosok elite dengan karakter yang lemah. Kedua, rakyat yang mudah memaafkan pemimpin yang berbuat salah. Akibatnya, mental para pemimpin tidak pernah dewasa. Kepala sudah beruban, tapi kelakuan seperti bocah yang gemar rebutan mainan. Ketiga, budaya gotong royong yang memberi celah seseorang berlepas diri dari tanggung jawab. Pemimpin memanifulasi semangat “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” untuk tidak perlu bertanggung jawab atas kesalahannya dalam mengambil suatu kebijakan. “Itu kan keputusan bersama. Jadi, semua harus ikut menanggung akibatnya,” dalihnya. Keempat, tipisnya budaya malu dalam melakukan pelanggaran. “Belum ada Putusan Tetap dari Lembaga Peradilan,” ini kalimat sakti para elite untuk tetap tetap menjabat meski tengah diproses secara hukum. Jadi, sangat utopia jika mengimpikan ada budaya mundur di negeri ini. Kelima, lemahnya ingatan publik akan rekam jejak (track record) elite orang per orang. Sehingga, dengan mudah seorang elite busuk muncul lagi di pentas nasional setelah salin rupa dan ngumpet sejenak sampai masyarakat lupa akan kasus yang membelit dirinya. Keenam, tidak ada kontrol efektif masyarakat terhadap elite. Masyarakat cenderung menganggap seorang pemimpin sebagai Ratu Adil sehingga layak diberi cek kosong atas kekuasaannya. Kekuasan tanpa kontrol itulah yang menumbuhkan sikap “semua ini milikku” dalam diri si pemimpin atas semua kekayaan rakyat yang dikuasakan pengelolaannya kepada dirinya.
Jika kita kaji sebenarnya ada lima alasan kenapa seseorang dijadikan pemimpin oleh masyarakatnya. Pertama, seorang pemimpin diikuti karena posisi formalnya sehingga masyarakat takut untuk menentang setiap kebijakannya. Kedua, pemimpin diikuti karena hubungan yang dekat sehingga masyarakat mengikutinya tanpa pertimbangan yang rasional. Ketiga, pemimpin diikuti karena prestasi yang diraihnya, masyarakat bangga atas capaian kerja yang diraihnya. Keempat, pemimpin diikuti karena membangun kepercayaan diri masyarakat. Kelima, pemimpin diikuti karena menjadi contoh dari cita-cita dan harapan hidup masyarakat.
Namun kata kunci dari kelima hubungan pemimpin dengan yang dipimpin itu adalah rasa percaya (trust). Masyarakat yang dipimpin percaya dengan diri pemimpinnya. Inilah yang kini terasa tergerus. Pola kepemimpinan saat ini semakin formalistik. Sehingga antara seorang pemimpin dengan masyarakat yang dipimpinnya terdapat jarak. Sementara resistensi masyarakat juga semakin tinggi.
Kegagalan elite menampilkan keteladan sangat berakibat buruk bagi masyarakat. Bukan hanya dalam aspek hilangnya respek. Tapi merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat yang luas. Akan berkembang sikap individualistik, hedonistik, dan permisif dalam masyarakat. Masing-masing beraktivitas hanya untuk bertahan hidup dirinya saja. Bila mendapatkan kelebihan fasilitas hidup, dinikmati hanya oleh dirinya dan keluarga terdekatnya saja. Rasa berbagi luntur.
Hilangnya rasa berbagi akan berbanding lurus dengan sikap hedonisme (pandangan yang menganggap kesenangan ddan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup). Ingin mereguk kenikmatan sebanyak mungkin, tanpa hirau dengan orang lain. Sementara bagi yang kurang beruntung sikap itu sangat menorehkan luka. Marah. Tekanan hidup tanpa katup pelepasan membuat mereka bak petasan bersumbu pendek. Konflik horizontal mudah meletus, bahkan untuk alasan yang paling sepele. Antar kampung tawuran, antar suku berperang. Konflik pribadi disikapi sebagai konflik komunal. Yang sangat menyedihkan fenomena ini pun terjangkit di kalangan terdidik. Mahasiswa tawuran antar fakultas, antar universitas untuk alasan yang tidak bisa diterima akal waras.
Akibat lanjutannya adalah disintegrasi bangsa. Penduduk asli versus pendatang. Kekerasan menjadi wajah bangsa ini yang terekam di headline media massa. Virus kekerasan tanpa sadar menyusup ke benak kita, masuk ke dalam kehidupan rumah tangga kita. Kekerasan menjadi bahasa interaksi keluarga. Korbannya isteri dan anak-anak. Bahkan, laku kekerasan telah sampai pada titik ekstrem yang memilukan. Bukan hanya memukul dengan tangan. Telah sampai tindakan membunuh dengan mutilasi!
Sudah saatnya bangsa ini sadar tentang urgensi memimpin dengan keteladanan. Karena perilaku pemimpin adalah standar moral masyarakat yang dipimpinnya. Semakin agung kepribadiannya, semakin tinggi adab rakyatnya. Semakin tinggi rasa empati si pemimpin, setinggi itu juga rasa percaya rakyatnya.

TUGAS DAN PERAN PEMIMPIN

Menurut  James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:
1.       Pemimpin bekerja dengan orang lain
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi. 
2.       Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akontabilitas).
Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan.
3.       Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas
     Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada  staf.  Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
4.       Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual
Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan  lain. 
5.       Manajer adalah seorang mediator
Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah).
6.       Pemimpin adalah politisi dan diplomat
Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.
7.       Pemimpin membuat keputusan yang sulit
Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.

Menurut Henry Mintzberg,  Peran Pemimpin adalah :
  1. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
  2. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
  3. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator

PRINSIP-PRINSIP DASAR KEPEMIMPINAN
Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi.  Menurut Stephen R. Covey (1997),  prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan  sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu  pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti;  keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan.   Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney) sebagai berikut:

1.   Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
2.      Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama.  Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
3.      Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan.  Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;

a.      Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.
b.      Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
c.       Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.
d.      Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya.  Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.
e.       Latihan mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi.  Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses.  Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan
kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8) pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri lagi.

Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya: (1) kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi pribadi.  Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.

Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar.  Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain.  Latihan ini tidak dapat dipaksakan.  Langkah melatih pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang.

Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan.  Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga emosional (IQ, EQ dan SQ). Krisis terbesar dunia saat ini adalah krisis keteladanan. Krisis ini jauh lebih dahsyat dari krisis energi, kesehatan, pangan, transportasi dan air. Karena dengan absenya pemimpin yang visioner, kompeten, dan memiliki integritas, yang tinggi maka masalah air, konservasi hutan, kesehatan, pendidikan, sistem peradilan, dan transpor akan semakin parah. Akibatnya, semakin hari biaya pelayanan kesehatan semakin sulit terjangkau, manajemen transportasi semakin amburadul, pendidikan semakin kehilangan nurani welas asih yang berorientasi pada akhlak mulia, sungai, air dan tanah semakin tercemar dan sampah menumpuk dimana-mana. Inilah, antara lain, permasalahan yang dialami dunia Muslim, termasuk Indonesia, sebagai bagian terbesar dari dunia ketiga.
Dari gambaran diatas sangatlah jelas bangsa dan umat ini membutuhkan  suri tauladan yang layak untuk ditiru dan sanggup membawa setiap insan lebih maju dan lebih bermartabat. Dalam tataran sosial diperlukan seorang leader yang mampu merajut titik-titik temu dari berbagai elemen masyarakat yang berbeda dari sisi ideologi, kultur, dan tradisinya; menjadi suatu tatanan masyarakat baru yang bergerak menuju peradaban baru. Teladan kepemimpinan itu sesungguhnya terdapat pada diri Rosulullah SAW karena ia adalah pemimpin yang holistic, accepted, dan proven. Holistic karena beliau adalah pemimpin yang mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang.

Berbicara tentang pemimpin dan kepemimpinan, maka teladan yang paling baik adalah kepemimpinan Rasulullah saw. Sebab, dalam kurun waktu yang singkat (sekitar 23 tahun) beliau berhasil dengan gemilang merekontruksi akhlak masyarakat Mekah dari akhlak jahiliah menjadi masyarakat yang berakhlak mulia (akhlakul karimah). Kota Mekah yang dulu tidak dikenal dalam sejarah peradaban manusia, menjadi daerah yang masyarakatnya memiliki akhlak mulia. Tugas utama Nabi adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Keberhasilan Nabi mengubah aspek moralitas tersebut manjadi alasan Michael Hart (seorang penulis non muslim) menempatkan nabi diurutan pertama diantara 100 tokoh paling berpengaruh di sekarang, meskipun lebih dari 1400 tahun Nabi wafat, namun model kepemimpinan beliau senantiasa relevan dan didamba umat. Tutur katanya diikuti, perilakunya menjadi suri teladan terbaik. Beliau adalah pemimpin paripurna.
ika kita menyimak sejarah hidup Rasulullah semakin membuat kita terpesona dengan model kepemimpinan yang beliau terapkan. Mahasuci Allah yang telah mengutus rasul-Nya menjadi suri teladan terbaik dalam kepemimpinannya. Nabi saw. adalah pemimpin terbaik sepanjang masa, karena Rasulullah selalu memimpin dengan akhlak mulia, adil dan menekankan pentingnya keteladanan. Meskipun beliau adalah seorang kepala negara, namun beliau hidup sederhana, tidak bergelimang harta. Meskipun beliau adalah seorang panglima, namun beliau adalah panglima yang menyayangi prajurit-pajurit. Tutur katanya lembut, berwibawa dan menyenangkan siapapun yang mendengar. Tatap matanya sejuk dan menentramkan. Setiap kebijakannya selalu dituntun Allah SWT dan tidak ada kebijakan yang menyakiti umat. Kebijakan-kebijakan beliau tidak pernah merugikan satu kelompok atau menguntungkan kelompok yang lain. Semua kebijakan ditetapkan secara adil dan bijaksana.h Dr. A. RusfidraSebagai umat Rasulullah, sudah sepatutnya kita menjadikan beliau sebagai figur teladan utama, apapun profesi, pangkat dan jabatan yang kita sandang. Pada dasarnya setiap kita adalah pemimpin. Suami adalah pemimpin dalam rumahtangga. Ibu pemimpin bagi bagi anak-anaknya. Seorang kepala negara adalah pemimpin bagi rakyatnya. Selayaknya kita menjadi figur manusia terbesar sepanjang usia bumi itu menjadi role model dalam kehidupan kita sehari-hari.
Untuk bangkit dari krisis multidimensi saat ini, agaknya Indonesia membutuhkan pemimpin yang berakhlak mulia seperti yang dicontohkan Rasulullah. Kita merindukan pemimpin yang punya hati nurani, hidup sederhana, bukan hidup bergelimang kemewahan ketika rakyat hidup sengsara. Kita merindukan pemimpin yang adil dan bijaksana, bukan pemimpin otoriter dan sok kuasa. Kita ingin pemimpin yang pro-rakyat, bukan pemimpin yang hanya menjadikan rakyat sebagai pijakan meraih kekuasaan. Kita merindukan pemimpin yang peduli rakyat, bukan pemimpin yang mementingkan citra politik dan melanggengkan kekuasaanya. Kita merindukan pemimpin yang tutur katanya merupakan pemecah masalah, bukan menjadi sumber masalah.

Akhlak dalam kacamata Imam Al-Ghazali adalah keadaan batin yang menjadi sumber lahirnya suatu perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan, mudah, tanpa menghitung untung rugi. Orang yang berakhlak baik, ketika menjumpai orang lain yang perlu ditolong maka ia secara spontan menolongnya tanpa sempat memikirkan resiko. Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan melakukan kejahatan begitu peluang terbuka. Akhlak seseorang, di samping bermodal pembawaan sejak lahir, juga dibentuk oleh lingkungan dan perjalanan hidupnya. Nilai-nilai akhlak Islam yang universal bersumber dari wahyu, disebut al-khair, sementara nilai akhlak regional bersumber dari budaya setempat, di sebut al-ma‘ruf, atau sesuatu yang secara umum diketahui masyarakat sebagai kebaikan dan kepatutan. Sedangkan akhlak yang bersifat lahir disebut adab, tatakrama, sopan santun atau etika. Akhlak universal berlaku untuk seluruh manusia sepanjang zaman. Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan melakukan kejahatan begitu peluang terbuka. Tetapi, sesuai dengan keragaman manusia, juga dikenal ada akhlak yang spesifik, misalnya akhlak anak kepada orang tua dan sebaliknya, akhlak murid kepada guru dan sebaliknya, akhlak pemimpin kepada yang dipimpin dan sebagainya. Seseorang dapat menjadi pemimpin (imam) dari orang banyak manakala ia memiliki (a) kelebihan dibanding yang lain, yang oleh karena itu ia bisa memberi (b) memiliki keberanian dalam memutuskan sesuatu, dan (c) memiliki kejelian dalam memandang masalah sehingga ia bisa bertindak arif bijaksana.
Secara sosial seorang pemimpin (imam) adalah penguasa, karena ia memiliki otoritas dalam memutuskan sesuatu yang mengikat orang banyak yang dipimpinnya. Akan tetapi menurut etika keagamaan, seorang pemimpin pada hakekatnya adalah pelayan dari orang banyak yang dipimpinnya (sayyid al-qaumi khodimuhum). Pemimpin yang akhlaknya rendah pada umumnya lebih menekankan dirinya sebagai penguasa, sementara pemimpin yang berakhlak baik lebih menekankan dirinya sebagai pelayan masyarakatnya. Dampak dari keputusan seorang pemimpin akan sangat besar implikasinya pada rakyat yang dipimpin. Jika keputusannya tepat maka kebaikan akan merata kepada rakyatnya, tetapi jika keliru maka rakyat banyak akan menanggung derita karenanya. Oleh karena itu pemimpin yang baik disebut oleh Nabi dengan sebutan pemimpin yang adil (imamun ‘adilun) sementara pemimpin yang buruk digambarkan al-Qur’an, dan juga hadis, sebagai pemimpin yang zalim. Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan sebaliknya zalim artinya menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Hadis Riwayat Bukhari menempatkan seorang Pemimpin yang adil dalam urutan pertama dari tujuh kelompok manusia utama. Hadis Riwayat Muslim menyebutkan bahwa pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang dicintai rakyatnya dan iapun mencintai rakyatnya. Sementara pemimpin yang terburuk menurut Nabi, adalah pemimpin yang dibenci rakyatnya dan iapun membenci rakyatnya, mereka saling melaknat satu sama lain. Hadis lain menyebutkan bahwa dua dari lima golongan yang dimurkai Tuhan adalah (1) penguasa (amir) yang hidupnya ditopang oleh rakyat (sekarang-pajak) , tetapi ia tidak memberi manfaat kepada rakyatnya, dan bahkan tidak bisa melindungi keamanan rakyatnya. (2) Pemimpin kelompok (za‘im) yang dipatuhi pengikutnya tetapi ia melakukan diskriminasi terhadap kelompok kuat atas yang lemah, serta berbicara sekehendak hatinya (tidak mendengarkan aspirasi pengikutnya) . Hadis Riwayat Dailami bahkan menyebut pemimpin yang sewenang-wenang (imam jair) sebagai membahayakan agama. Kisah Al-Qur’an yang menyebut Nabi (Raja) Sulaiman yang memperhatikan suara semut mengandung pelajaran bahwa betapa pun seseorang menjadi pemimpin besar dari negeri besar, tetapi ia tidak boleh melupakan kepada rakyat kecil yang dimisalkan semut itu. (Q/27:16). Meneladani kepemimpinan Rasulullah, akhlak utama yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah keteladanan yang baik (uswah hasanah), terutama dalam kehidupan pribadinya, seperti; hidup bersih, sederhana dan mengutamakan orang lain. Tentang betapa tingginya nilai keadilan pemimpin, Hadis Riwayat Tabrani menyebutkan bahwa waktu satu hari efektif dari seorang imam yang adil setara dengan ibadah tujuh puluh tahun.


KEPEMIMPINAN DALAM KERANGKA MANAJEMEN
Kepemimpinan dan manajemen telah menjadi topik pembicaraan dan pembahasan sejak lebih dari 2000 tahun. Dalam Kitab Injil pn ditemkan pembahasan tentang kepemimpinan. Misalnya dalam Mattius 15:14 dikatakan bahwa,“ jika seorang buta menuntun seorang buta, keduanya akan jatuh kedalam jurang.” Artinya, kepemimpinan dan teladan yang baik diperlukan dalam mengarahkan seseorang atau kelompok kea rah yang benar.
Al-quran juga berbicara tentang kepemimpinan. Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman ,taatilah Allah dan Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-quran) dan Rasulnya ( sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.“(QS.An-Nisa‘(4):59)
Bahkan ketika Allah menciptakan Adam, Allah memakai istilah kholifah yang sangat erat kaitanya dengan kepemimpinan. Dengan demikian persoalan kepemimpinan telah ada sejak penciptaan manusia masih dalam rencana Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW secara jelas menyebutkan soal kepemimpinan dalam salah satu sabdanya,“setiap orang diantara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinanya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinanya. Seorang suami adalah pemimpin ditengah keluarganya dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinanya. Seorang istri adalah pemimpin dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinanya. Seorang pelayan/pegawai juga pemimpin dalam mengurus harta majikanya dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinanya.
Hubungan antara kepemimpinan dengan manajemen sangatlah erat. Hubungan yang erat ini, dikarenakan kedua-duanya sebagai proses, melibatkan usaha kerja sama antara dua orang atau lebih, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dan di dalam setiap kegiatan orgainsasi dalam tingkat dan jenis apapun, manajemen dan kepemimpinan akan saling terkait di dalamnya. Dan karena kaitan yang erat ini, adakalanya orang sulit untuk membeda-bedakan antara manajemen dan kepemimpinan. Bahkan ada yang berpendapat, bahwa manajemen pada hakikatnya adalah ilmu pengambilan keputusan. Manajemen adalah pemecahan masalah, dan seperti di ketahui pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, merupakan di antara serangkaian fungsi penting di dalam kepemimpinan.
Oleh karena itu ada pendapat pula yang mengatakan, bahwa ilmu manajemen adalah ilmu yang mempelajari bagaimana orang melaksanakan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya melalui kerjasama dengan orang lain.
Dalam pencapaian tujuan organisasi, manajemen merupakan sarana utama administrasi kepemimpinan. Sebab manajemen pada hakikatnya merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh para manajer untuk mengerahkan, menggerakkan dan mengarahkan segala sumber daya untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.
            Proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat diartikan lebih jauh bahwa, sebagai suatu proses yang di dalamnya terdapat unsur-unsur penting:
1.      Adanya sekelompok orang yang saling memerlukan dan saling bekerja sama;
2.      Adanya tujuan yang telah ditetapkan;
3.      Adanya penunjukan atau pembagian yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan;
4.      Tersedianya sumber daya yang meliputi, manusia, sarana, peraturan dan waktu
Unsur-unsur penting tersebut hanya bisa berfungsi dengan efektif dan efisien, apabila digerakkan melalui sarana tertentu. Dan sarana tersebut adalah manajemen dan kepemimpinan.
Seperti kita ketahui, dalam kehidupan sosial timbul berbagai macam organisasi. Teteapi da tiga gejala penting yang  perlu dimiliki oleh setiap organisasi apapun:
1.      Setiap organisasi tidak boleh tidak harus mempunyai tujuan, sebab tanpa ada tujuan, tidak ada alasan organisasi itu perlu dibentuk.
2.      Untuk mencapai tujuan, maka setiap organisasi apapun perlu menyusun dan memiliki suatu program, dan menentukan metode bagaimana program itu dapat diselesaikan. Tanpa ada ide daripada apa yang harus dikerjakan, tidak akan ada organisasi yang efektif.
3.      Setiap organisasi akan memiliki pemempin atau manajer yang bertanggung jawab terhadap organisasi dlam mencapai tujuan. Dan secara umum setiap manajer atau pemimpin dalam organisasi apapun, mempunyai tanggung jawab pokok, ialah membantu anggota-anggota yang lain dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan ketiga unsur pokok yang menandai setiap kehidupan organisasi, memberikan kesimpulan betapa pentingnya peranan manajemen didalam exsistensi suatu organisasi. Timbul pendapat yang mengatakan:
1.      Manajemen adalah inti daripada administrasi.
2.      Manajemen pada hakikatnya adalah ilmu pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Tetapi sulit untu memberikan definisi mengenai manajemen. Sebab disamping manajemen, banyak pula berbagai studi yang melibatkan smber daya manusia sebagai bidang sasaranya. Dan suatu kenyataan tidak ada definisi manajemen yang telah diterima secara universal.
Lahir berbagai definisi kerja tentang manajemen. Di satu pihak lebih menekankan manajemen sebagai suatu seni, sedang di pihak lain manajemen dipandang sebagai suatu proses.bahkan ada pendapat pula yang mengemukakan manajemen merupakan serangkaian tugas-tugas yang perlu dilaksanakan oleh seorang manajer.

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DALAM KELUARGA
Dalam kehidupan manusia adalah di awal usianya. Dan di masa-masa emas tersebut, ternyata bayi-bayi itu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama ibu. Kualitas sentuhan pendidikan yang ibu berikan di usia ini akan menentukan kualitas mereka hingga dewasa kelak.
Persoalan keluarga sangat beragam. Walaupun suami sebagai kepala keluarga, namun biasanya urusan keseharian lebih banyak keputusannya diserahkan atau didelegasikan kepada isteri. Artinya, ratusan kebijakan-kebijakan kecil yang ibu putuskan dari hari ke hari, adalah ibarat potongan-potongan kecil puzzle yang saling melengkapi satu dengan yang lain, sehingga kelak akan menghasilkan susunan gambar kehidupan yang indah dan sempurna. Jadi, sekeping kecil kebijakan remeh sekalipun tentu memiliki andil dalam menentukan gambar masa depan sebuah keluarga.
Jadi, jangan remehkan akan pentingnya manajemen rumah tangga sebagai penyempurna ikhtiar dalam rangka membentuk tatanan keluarga sakinah. Secara sederhana, manajemen rumah tangga diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan perantaraan orang lain, tetapi dapat juga berarti mengelola anggota keluarga untuk melakukan kegiatan di dalam rumah tangga. Proses manajemen itu meliputi tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan pengawasan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber lain.
Proses seperti itu, jelas-jelas menunjang dalam pengelolaan keluarga. Pasalnya, dengan jam kerja 24 jam sehari, kebanyakan orang masih menganggap profesi manajer rumah tangga sekedar kewajiban seorang isteri. Padahal, keterampilan yang dibutuhkan tidaklah main-main. Menurut Ishak Solih, seorang manajer harus memiliki sifat-sifat kepemimpinan, misalnya berwibawa, berdaya mampu untuk membawa serta dan memimpin bawahannya, jujur, terpecaya, bijaksana, berani, mawas diri, sanggup dan mampu mengatasi kesulitan, bersikap wajar, sederhana, penuh pengabdian kepada tugas, sabar, dan berjiwa besar.
Keberadaan sifat kepemimpinan pada kepala keluarga atau ibu rumah tangga seperti itu, sangat menunjang kesuksesan pengelolaan rumah tangga menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan keseharian.
Dalam keluarga lengkap, pemimpin tertinggi adalah suami (istilah manajemen dinamakan top manager). Kemudian pemimpin kedua adalah isteri yang dapat disebut middle manager atau sekaligus lower manager. Dan aplikasinya cukuplah dengan pembagian tugas. Suami sebagai kepala keluarga (yang memimpin isterinya) dan isteri sebagai ibu rumah tangga.
Peranan kepemimpinan dalam membina rumah tangga menduduki tempat yang strategis dan menentukan dapat tidaknya keluarga itu mencapai kesejahteraannya. Karenanya, di sini diperlukan perilaku keteladanan dari orangtua. Artinya, sikap dan tindakan seorang kepala keluarga atau ibu rumah tangga akan memberikan pengaruh besar terhadap anggota keluarganya.
Berikut ini ada beberapa petunjuk bagi setiap pemimpin rumah tangga yang terdapat dalam ajaran Islam. Sehingga menurut Ishak Solih, mudah-mudahan para pemimpin yang berwatak kurang baik (baca : watak diktator dan watak liberal) dapat memperbaiki setelah memahami, menghayati, dan mencoba mengamalkan petunjuk di bawah ini.
Pertama, dalam membina keluarga sejahtera, sebuah anggota keluarga berkewajiban untuk memelihara diri masing-masing dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari, sehingga terwujudlah kehidupan yang harmonis. Khusus bagi kepala keluarga dan atau ibu rumah tangga, wajib memelihara diri dan memelihara semua anggota keluarganya (QS. At-Tahrim [66] : 6).
Kedua, setiap kepala keluarga dan atau ibu rumah tangga wajib mempertanggung jawabkan kepemimpinannya, baik di dunia maupun di akherat nanti. Nabi SAW bersabda, "Masing-masing kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya atas kepemimpinannya. Dan pemimpin manusia (imam), itu juga pemimpin yang akan ditanya atas kepemimpinannya. Dan setiap laki-laki itu pemimpin atas keluarganya; dan akan ditanya atas kepemimpinanya. Setiap pelayan itu pemimpin dalam mengurus harta majikannya, dan akan ditanya atas kepemimpinanya. Maka setiap pemimpin akan ditanya atas kepemimpinannya." (HR. Muslim).
Ketiga, setiap pemimpin keluarga hendaknya bersikap lemah lembut terhadap semua bawahannya. Bila ada kesalahan di antara mereka, maafkanlah, bahkan mohonkan maaf baginya. Dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan keluarga, baik dalam membuat perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan, hendaknya suka bermusyawarah (QS. Ali Imran [3] : 159).
Keempat, dalam hubungan antara yang memimpin dan dipimpin dalam keluarga, hendaknya dipupuk tali ikatan kasih sayang di samping faktor material lainnya. Hendaknya satu sama lain penuh kesabaran dalam mengejar kebahagiaan bersama (QS. At-Taubah [9] : 128).
Kelima, dalam keluarga hendaknya tercipta adanya saling mencintai dan mendo'akan di antara pemimpin dan yang dipimpin. Hindarkanlah saling membenci dan saling mengutuk. Menurut Rasulullah SAW, yang paling baik di antara pemimpin kamu adalah yang kamu cintai dan yang mencintai kamu, yang kamu mintakan berkah untuknya dan untukmu.
Keenam, hendaknya seorang suami bersikap adil terhadap isterinya. Demikian pula sebagai orangtua terhadap anak-anaknya dan anggota keluarga lainnya. Kebencian kepada anggota hendaknya dihindarkan. Apabila ada sikap dan tingkah laku yang tidak baik, hendaknya diperbaiki dengan penuh kesabaran, sehingga sikap dan tingkah laku tersebut hilang dengan pendidikan terhadap diri anggota keluarga, janganlah malah bertindak tidak adil (QS. Al-Maidah [5] : 8).

MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT
Pemimpin, seseorang yang diberi kepercayaan oleh kelompok atau masyarakat untuk menjadi pemegang dari sejumlah wewenang yang berkenaan dengan keberadaan organisasi dan aktivitas social dalam masyarakat yang bersangkutan. Skala satuan sosial yang dipimpinnya adalah relatif, mulai dari satuan yang terkecil, yaitu keluarga, masyarakat umum, sampai ke satuan-satuan wilayah. Kepemimpinan, suatu kemampuan seseorang (pemimpin) untuk mempengaruhi pihak-pihak lain (yang dipimpin, atau pengikutnya)
Aj-Junjani menjelaskan bahwa suatu perbuatan dan perkataan yang menjadikan jiwa merasa tenang dalam mengerjakan suatu perbuatan, karena sejalan dengan akal sehat dan diterima oleh tabiat yang sejahtera Abdul Mujib (dalam Sofyan Sauri 2006:17).
Nilai-nilai tradisi setiap masyarakat merupakan realitas yang multikomplek dan dialektis dalam manajemen kepemimpinan. Nilai-nilai itu mencerminkan kekhasan masyarakat, sekaligus sebagai pengejawantahan nilai-nilai universal manusia. Dengan kata lain, harkat nilai-nilai tradisi tidak lagi mencerminkan nilai-nilai manusia sebagai manusia, sehingga manusia telah kehilangan harkatnya sebagai ungkapan martabat manusia. Jadi, pada perbuatan manusia berlaku juga nilai-nilainya, sedangkan nilai itu tidak diterima secara pasif, melainkan didalam proses itu, nilai-nilai memperoleh wujud khas pribadi unik Frans Magnis Suseno (dalam Sofyan Sauri 2006:17).
Tidak semua nilai tradisi masyarakat dapat dijadikan dasar ideal pendidikan islam. Nilai itu dapat diterima setelah melalui seleksi terlebih dahulu, misalnya:
a.    Tidak bertentangan dengan ketentuan nash, baik dari Al-Quran maupun As-sunah.
b.    Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiat yang sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan, dan kemadaratan (Masjfk Zuhdi,1990:124)

Enam Sifat  Keteladanan Orang tua 

Setiap orang tua harus bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya. Interaksi anak pertama kalinya pastilah dengan orang yang berada didekatnya yaitu orang tua. Anak-anak akan melihat, mengamati, sampai meniru apa yang diucapkan dan dilakukan orang tua. Oleh sebab itulah orang tua perlu membekali diri untuk bisa menjadi teladan yang baik.
Setiap orang tua paling tidak memiliki 6 sifat yang patut diteladani oleh anak:
1. Berilmu
’’ dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang berimankepadajalanyanglurus’’.Al Hajj ; 54
Orang tua yang pandai dapat mendidik anak-anknya dengan baik . Orang tua perlu memiliki pengetahuan tentang pokok-pokok pendidikan menurut syariat Islam, mengusai hukum dan prinsip-prinsip  etika Islam dan kaidah  syari’at Islam. Ilmu pengetahuan lain yang perlu dimiliki orang tua antara lain ilmu tentang kebutuhan anak untuk membantu kesulitan belajar atau memahami sesuatu dalam  perkembangan  pendidikan dirumah maupun di sekolah. Ilmu yang dimiliki orang tua merupakan ilmu yang mampu memenuhi kebutuhan fisik, fikir dan jiwa anak.
Seorang ibu sebaiknya sejak sebelum mengandung mulai meluaskan wawasan tentang bagaimana menjadi orang tua yang baik agar dapat mendidik anak dengan optimal. Begitu juga dengan seorang ayah, perlu meluaskan wawasan sejak sebelum memiliki keturunan. Keseimbangan pengetahuan yang dimiliki ibu dan ayah akan semakin mendukung pendidikan anak di rumah. Jika ada ketidak seimbangan pengetahuan tentang membesarkan dan mendidik anak maka bisa terjadi mis komunikasi antar ibu dan ayahh. Misalnya seorang ayah memahami makan yang banyak itu sudah cukup untuk pertumbuhan anak sedangkan ibu memahami pentingnya dan besar pengaruh gizi makanan untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak.          
 2. Takwa
’’ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam’’. Al Imran :102
Bila seorang beriman menuntut ilmu maka seharusnya akan bertambah keimanannya dan bertakwa, merupakan ciri kepribadian seorang muslim. Orang tua yang bertawa akan mendidik anak-anaknya bertakwa jua pada Allah dengan benar. Orang yang berilmu dan bertakwa menjadi yakin akan kebesaran Tuhannya, tidak sombong dan hidupnya untuk ibadah semata.
Suasana keluarga yang bertakwa amat berpengaruh dalam menyiapkan pribadi anak. Adanya ketakwaan dalam mendidik dan memperlakukan anak-anak akan menghasilkan anak-anak yang juga kana bertakwa. Suasana rumah tenang, damai, dipenuhi suasana untuk banyak mengingat Allah, akan mendukung anak menjadi tenang yang membentuk pribadi yang percaya diri dan tuma’ninah ( tenang ) . Melalui suasana rumah tersebut akan melahirkan sikap dan kepribadian anak yang stabil dan khusu. Selain itu anak bisa lebih tampil percaya diri dalam tugas menuntut ilmu untuk menjadi manusia yang beilmu dan betakwa. 
3. Ikhlas
Keikhlasan  mendorong orang tua untuk melaksanakan metode pendidikan yang direncanakan dan memperhatikan kebutuhan anak  secara berkelanjutan. Keikhlasan akan memberikan semangat pada orang tua untuk tidak berputus asa memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Baik ibu maupun ayah akan lebih merasa puas dengan keberhasilan yang dicapai anak, tidak mensisipkan kepentingan-kepentingan pribadi dalam mendidik anak. Keiklhasan orang tua akan mendidik anak menjadi ikhlas dalam perkataan dan perbuatan .
 ”Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya”. Al Maidah :125
Betapa bahagianya seorang anak yang tumbuh dan berkembang didalam naungan orang-orang yang ikhlas. Tak terdengar kata-kata yang kasar, hardikan atau pukulan namun yang ada kasih sayang, doa dan harapan kapada Allah SWT. Membentuk jiwa anak yang bersih, lembut dan penurut pada orang tua dan patuh pada perintah Allah, sebagaimana orang tua mereka mencontohkan dalam kesehariannya.  
4. Santun
Rosulullah SAW bersabda : ’’Sesungguhnya orang yang mu’min itu dengan budi pekertinya yang baik dapat mengejar derajat orang yang selalu berpuasa dan shalat malam’’.
Sikap santun adalah suatu pembiasaan tingkah laku seseorang pada orang lain, baik didalam rumah atau dimasyarakat yang menampilkan kelembutan, ramah, penyanyang dan suka menolong. Karena dari sikap santun dapat menunjukan  kepribadian seseorang dalam memahami sifat Allah yaitu Arrohman dan Arrohiim . Sebagaimana Allah mengasihi semua makhluk dan menyayangi orang-orang yang beriman.
Orang tua sebaiknya memiliki kesantunan perkataan dan perbuatan. Santun dalam perkataan adalah senantiasa mengucapkan hal-hal yang baik saja, lembut, merendahkan suaranya. Sedangkan santun dalam perbuatan adalah lemah lebut, suka menolong orang lain, dan beraktivitas secara teratur. Melalui kesantunan, orang tua mendidik dan menurunkan sifat Arrohim  kepada anaknya. Bahkan kesantunan yang dimiliki ibu sejak masih mengandung maka insyaAllah dapat melahirkan anak-anak yang santun baik perkataan amaupun perbuatan.
  5. Tanggung jawab .
Rosulullah SAW bersabda :’’Kamu semua adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin didalam keluarganya dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Istri adalah adalah pemimpin didalam rumah suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya’’ . ( HR. Bukhari dan Muslim )
Tanggung jawab akan mendorong pendidik untuk memperhatikan, mengarahkan  anak kepada hal-hal yang baik. Amanah dalam mendidik untuk setiap orangtua, semata-mata karena tanggungnjawab pada Allah SWT. Sudah seharusnya sikap tanggung jawab akan tampil dalam setiap tugas atau amanah yang telah dibebankan pada orang tua. Muslim yang baik akan melakukan tanggung jawabnya dengan yang terbaik karena semata merasa Allah mengawasinya dan yang memberikan penilaian dan ganjaran yang sesuai dengan perbuatannya.
Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak yaitu memperhatikan kebutuhan anak dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Tanggung jawab dunia seperti mendidik keilmuan duniawi, kebutuhan kehidupan, sampai anak-anak berhasil dan bahagia di dunia. Sedangkan tanggung jawab akhirat seperti memenuhi kebutuhan spiritualnya, agar anak  juga terpenuhi kejiwaan, akhlak baiknya, hingga mendidik anak meraih kebahagiaan kekal di syurgaNya.
Kurang bertanggung jawab orang tua dalam mendidik dan membimbing anak-anaknya bisa mengakibatkan masalah kenakalan anak. Anak menjadi nakal karena merasa kurang diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Orang tua yang sibuk hanya memperhatikan kebutuhan ekonomi saja bagi keluarganya bukanlah orang tua yang sudah bertangung jawab. Tanggung jawab adalah yang tau masing-masing tugas dan pungsinya bagi dirinya dan keluarganya. Ayah memilki tanggungjawab sebagai kepala keluarga, ibu juga punya tangungjawab atas rumah tangganya dan anak. Anak juga demikian mempunyai tanggungjawab menuntut ilmu, patuh pada keua orang tua dan menjalankan tugas ibadahnya.Tanggung jawab yang telah diatur dalam ajaran agama Islam yang berarti bila meinggalkan akan terkena sangsi dari Allah.  Bila orang tua tidak mencontohkan tanggungjawab yang benar maka anak juga tidak bisa mengambil contoh yang benar dari orang tuanya. 
6. Sabar
Sabar adalah ketegaran  dalam mempertahanan prinsip dan kebenaran, mengupayakan langkah-langkah  pendidikan dan menghadapi kesulitan dalam mendidik. Kedewasaan tercermin dari sifat sabar, baik, menerima, berikhtiar. Orang tua yang sabar dapat mengendalikan diri, siap  menghadapi kendala dalam menegakkan kebenaran. Ketika anak mulai menunjukkan jati dirinya, adakalanya membuat orang tua ”kewalahan” menghadapinya. Namun ketika orang tua sabar membimbing anak, menerima kelebihan dan kekurangannya, akan membuat anak merasa diterima dan mau mengikuti arahan orang tua.
Sikap sabar akan membuahkan kebahagiaan dan kemanisan. Ketika anak membuat ”ulah”, orang tua sabar menghadapinya maka kebahgiaan dan kemanisan hidup dapat ditemui. Sikap sabar akan memberikan kekuatan jiwa dan menimbulkan tenaga atau semangat baru. Semangat untuk tidak menyerah dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak. Bahkan sifat sabar mudah menular pada orang-orang disekitarnya. Sikap sabar pada orangtua pada akhirnya dapat melunakkan hati yang keras, dan menjadikan anak mau mengerti apa yang diarahkan dari orang tua mereka.
Demikianlah ulasan ke-6 sifat keteladan orang tua.Pemahaman yang luas dan benar amat menunjang terbentuknya keteladanan yang lengkap dan mudah untuk diikuti oleh anak. “ Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugrahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugrahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar“    (QS. Fushilat ayat : 35 )
Tugas mendidik adalah bukan tugas yang ringan karena harus memperhatikan tujuan yang dicapai, keadaan anak yang membawa fitrahnya, serta beragam betuk lingkungan. Untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan bekal, tidak hanya teori atau penerapan pengalaman, melainkan berupa kekuatan batin. Kekuatan yang mampu membuat strategi serta menjalankannya dilakukan sambil bersaing dengan kondisi lingkungan yang mengitarinya. Keteladanan orang tua merupakan hal amat penting dalam pendidikan seperti Rosulullah mendidik para sahabat dimasa lalu. Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa pendidikan dengan keteladanan adalah metode yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam membentuk moral, spiritual, sosial anak. Keteladanan adalah contoh terbaik dilandasi sifat-sifat asasi yaitu berilmu, takwa, ikhlas, santun , tanggungjawab dan sabar
Apabila Allah ingin memberikan petunjuk dan kebaikan kepada hambanya maka Allah menjadikan ia paham akan diennya. Melalui orang tua yang berusaha meningkatkan keimanan dan keislaman didalamnya ada peran Allah yang memudahkan seseorang dapat memahami dan melaksanakannya agar dia menjadi orang yang berilmu,takwa,ikhlas ,bertanggungjawab dan sabar. Enam sifat keteladanan itu dapat direalisasikan dalam kesehariannya yang memberikan pengaruh  pendidikan keteladanan pada anak dan sikap hidup pada lingkungannya. Mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan untuk kita sebagai orang tua untuk meneladaani ke-6 sifat asasi tersebut, agar generasi penerus anak-anak kita dapat lebih berkualitas pada zamannya nanti.

KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH  

Di sekolah, kepala sekolah  bukanlah segala-galanya. Ia adalah bagian dari komunitas warga sekolah lainnya, seperti guru, siswa, staf tata laksana, dan pesuruh sekolah. Bahkan, kepala sekolah  adalah bagian terkecil dari ekosistem sebuah sekolah yang tidak sekadar dihuni oleh warga sekolah, tapi juga oleh komunitas lain seperti sarana dan prasarana, kurikulum, KBM, dan sebagainya. Namun, dalam struktur suatu unit sekolah, kepala sekolah  adalah pemimpin tertinggi yang membawahi seluruh ekosistem yang ada di dalamnya. Sehingga, berdasarkan teori piramida, kepala sekolah  adalah puncak yang membawa pengaruh bagi badan dan akar bangunan di bawahnya yang bernama sekolah.
Sebagai seorang kepala sekolah, tugas pokoknya adalah “memimpin” dan ” mengelola” guru dan staf lainnya untuk bekerja sebaik-baiknya demi mencapai tujuan sekolah. Memimpin (to lead) sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah  dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua siswa, dan pihak lain yang terkait, untuk bekerja / berperan serta guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Burhanuddin, 1994). Sedangkan mengelola (to manage) sekolah artinya mengatur agar guru dan staf sekolah bekerja secara optimal, dengan mendayagunakan sarana / prasarana yang dimiliki serta potensi masyarakat demi mendukung ketercapai tujuan sekolah (Effendi, dkk., 1997).
Kepemimpinan itu situasional. Suatu kepemimpinan dapat efektif untuk situasi tertentu dan kurang efektif untuk situasi yang lain. Sekalipun menurut para ahli tipe dasar kepemimpinan itu adalah otoriter, demokratis, dan laissez-faire, namun bukan berarti ada tipe kepemimpinan yang jelek atau tidak boleh digunakan. Dalam situasi perang, tipe kepemimpinan otoriter mungkin efektif agar semua terkendali. Dalam situasi darurat sekolah, seperti kebakaran atau perkelahian massal pelajar maka kepemimpinan otoriter juga efektif. Sebaliknya untuk situasi normal di sekolah, kepemimpin otoriter sangat tidak efektif. Kenyataannya sangat jarang dan hampir tidak pernah sebuah sekolah berada dalam situasi darurat. Jadi, akan terasa minor bila ada kepala sekolah  yang bergaya otoriter dalam memimpin sekolah.
Yang sering terjadi di sekolah adalah adanya kepala sekolah  yang tidak memahami dan melaksanakan prinsip kepemimpinan. Seperti yang kita ketahui, ada sepuluh prinsip kepemimpinan yang dikemukakan oleh Sergiosanni (1987) dalam bukunya yang berjudul The Principalship: A Reflective Practice Perspective, yang biasa dipergunakan sebagai dalil kepemimpinan di mana pun. Kesepuluh prinsip itu adalah: konstruktif, kreatif, partisipatif, koperatif, delegatif, integratif, rasional dan obyektif, pragmatis, keteladanan, adaptabel dan fleksibel. Dari kesepuluh prinsip kepemimpinan tersebut kita bisa melihat prinsip mana saja yang tidak bisa dilaksanakan oleh pemimpin kita di sekolah.
Prinsip kepemimpinan mana yang harus diterapkan kepala sekolah  di sebuah sekolah sangat tergantung kepada situasi dan kondisi staf yang dipimpinnya. Jika menghadapi staf yang berkemampuan dan motivasi kerja yang baik, maka prinsip delegatif paling efektif. Untuk staf yang berkemampuan kerja baik, tetapi motivasi kerja kurang, maka prinsip partisipatif paling efektif. Bila menghadapi staf yang berkemampuan kurang baik, tetapi memiliki motivasi kerja baik, maka prinsip konsultatif sangat efektif. Sebaliknya jika menemui staf yang berkemampuan dan motivasi kerja yang kurang, maka prinsip instruktif paling efektif. Permasalahannya seberapa banyak kepsek yang sedang memimpin di sekolah-sekolah saat ini yang memahami dan melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Sebagian dari mereka menjalankan kepemimpinannya hanya dengan naluri kepemimpinan saja dan mengusung alasan “sudah tradisi”.
Prinsip kepemimpinan yang paling utama sebenarnya adalah keteladanan. Seberapa banyak pemimpin di sekolah-sekolah kita yang mengusung keteladanan sebagai hal yang mendasar. Memerintahkan ini itu kepada guru, staf, dan siswa di sekolah tapi tanpa diikuti dengan suatu contoh nyata adalah hal mustahil. Menerapkan aturan disiplin jam masuk dan pulang sekolah kepada warga sekolah tetapi kepala sekolah nya sendiri masuk dan pulang sekehendak hati tentu tidak akan membuat aturan itu dipatuhi. Mengharuskan warga sekolah mengenakan pakaian kerja dan seragam sekolah yang sesuai dengan hari-harinya tetapi kepsek-nya sendiri berpakaian sesuai seleranya sendiri – seperti tidak mengenakan seragam pramuka pada hari Sabtu – tentu akan membuat penyeragaman itu tidak bertahan lama. Yang lebih sumir lagi adalah ketika sekolah sebagai kawasan bebas rokok ternyata dilanggar sendiri oleh kepala sekolahnya  yang celakanya lagi diikuti oleh guru dan stafnya. Akibatnya, ketika kepala sekolah dan guru serta staf sekolah mengepulkan asap rokok di ruang kantor, siswa pun asyik menebar asap di wc dan warung sekolah.
Faktor keteladanan kepala sekolah  ini jadi begitu penting mengingat kepemimpinan di sekolah tidak seperti kepemimpinan di institusi lain, apalagi bila dibandingkan kepemimpinan di perusahaan-perusahaan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah wadah mengolah mental dan moral anak bangsa. Bukan sekadar sebagai lumbung ilmu, tetapi juga kran untuk mengucurkan sikap-sikap positif bagi siswa dalam menjalankan kehidupannya. Akan terasa aneh kalau siswa dan warga sekolah lainnya kurang menemukan contoh nyata yang bisa diteladani justru di tempat yang seharusnya menjadi galeri keteladanan. Barangkali perlu suatu gerakan baru untuk lebih mengusung prinsip ing ngarso sung tulodo daripada sekadar tut wuri handayani. Karena menjadi teladan itu lebih utama dan sulit tinimbang cuma mendorong-dorong bawahan untuk melaksanakan tugasnya.
 KEPALA SEKOLAH  SEBAGAI TOP MANAJER
Sebagai pengelola sebuah sekolah sesungguhnya kepsek adalah seorang top manager. Maksudnya, seorang kepsek adalah pengelola utama seluruh potensi dan segala aktivitas yang ada dan berlangsung di sekolah. Me-manage sekolah agar seluruh potensi sekolah berfungsi secara optimal bukanlah perkerjaan yang gampang. Diperlukan suatu keahlian manajerial yang maksimal. Apalagi yang dikelola bukanlah sekadar benda mati seperti surat-menyurat, buku-buku, kwitansi, atau gedung sekolah saja, namun juga makhluk hidup seperti guru, staf, dan siswa sebagai sumber daya manusia yang memiliki cipta, rasa, dan karsa. Tentu, selain harus menguasai pengetahuan prinsip-prinsip manajemen, seorang kepsek juga menguasai seni mengelola. Seberapa banyak kepsek yang menguasai sekaligus pengetahuan prinsip dan seni manajemen.
Kita mengetahui bahwa hampir semua kepala sekolah berasal dari guru sebagai tenaga teknis pendidikan. Sebagai seorang guru, kemampuan yang ada selama ini terbatas pada teori-teori kependidikan, bagaimana mengajar dan mendidik siswa agar mampu mencapai tujuan intruksional yang akan dicapai. Sedikit, ilmu tentang administrasi pendidikan, yaitu yang tertuang pada kemampuan membuat perangkat pembelajaran, pemberian dan pengolahan nilai, dan pelayanan konseling kepada siswa. Selebihnya adalah belajar dari pelatihan-pelatihan, buku-buku, dan melihat cara kerja kepala sekolah dan staf sekolah tempat guru tersebut bertugas. Jadi, pengetahuan dan kemampuan manajerial ketika masih menjadi seorang guru sangat terbatas.
Ketika guru diberi kesempatan untuk menjadi calon kepala sekolah  (cakep), maka barulah sang guru mempelajari teori manajemen tersebut secara seksama. Dalam waktu yang singkat, hingga dinyatakan lulus tes – terlepas dari apakah kelulusannya itu obyektif atau hasil kasak-kusuk – dan mendapat kesempatan untuk mengikut pelatihan cakep, maka barulah mereka dibekali dengan teori-teori kepemimpinan dan manajemen sekolah. Sekarang, tergantung lagi pada kemampuan daya serap cakep bersangkutan, apakah seluruh teori dari pembekalan yang mereka ikuti dapat dipahami dan dikuasai. Karena terus terang saja, yang betul-betul menyerap dan menguasai pembekalan itu saja masih harus berjuang untuk menjalankannya secara ideal ketika sudah menjadi kepala sekolah dengan melihat kondisi ril di sekolah, apalagi cakep yang daya serapnya lemah dan kemampuan memimpinnya yang memang belum maksimal tapi anehnya lulus jadi cakep – tentu akan ‘terpaksa’ mengelola dengan manajemen sakandak.
Sebagai top manager, kepala sekolah harus melaksanakan empat tahap proses pengelolaan: perencanaan (planning), mengorganisasikan (organizing), pengerahan (actuating), dan pengawasan (controlling), atau biasa disebut POAC (Effendi, dkk., 1997). Dari keempat hal itu, perencanaan adalah tahapan yang paling dikuasai kepala sekolah. Begitu memasuki sekolah tempatnya bertugas, dengan melihat kebijakan sebelumnya yang masih relevan, menganalisis kondisi sekolah, dan mengumpulkan data dan saran dari warga sekolah sayangnya yang dimintai data biasanya hanya wakil kepala sekolah dan orang yang sebelumnya sudah dikenalnya saja  biasanya seorang kepala sekolah sudah mulai menuangkannya dalam konsep perencanaannya.
Tahapan yang agak terabaikan dan ini yang sering menimbulkan masalah adalah pengorganisasian dan pengerahan. Pengorganisasian adalah mengorganisir program pada setiap kegiatan (apa), harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya. Dalam mengorganisasikan sekolah, kepsek harus betul-betul mengetahui kemampuan dan karakteristik guru dan staf lainnya sehingga dapat menempatkannya pada posisi yang sesuai. Mendelagasikannya secara merata pada seluruh guru dan staf sesuai kemampuannya. Tidak menumpukkan sekian tugas dan tanggung jawab pada segelintir guru atau staf sehingga terjadi beban tugas yang lebih (overloaded). Sekalipun dengan alasan bahwa hanya guru dan staf itu saja yang mampu – atau hanya merekalah yang bisa diajak ‘kompromi’!
TEORI KEPEMIMPINAN YANG ADA PADA MUHAMMAD SAW
Menganalisa berbagai studi tentang sejarah yang jelas berbagai teori-teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh para guru leadership, to some extent ditemkan pada pribadi dan kepemimpinan Mhammad SAW. Salah satu teori dikemukakan oleh Kets de Vries yang menyimpulkan dari penelitian klinisnya terhadap para pemimpin bahwa sebanyak prosentase tertent dari pemimpin itu mengembangkan kepemimpinan mereka karena dipengaruhi oleh trauma pada masa kecil mereka.
Muhammad SAW mengalami masa-masa sulit diwaktu kecilnya. Di usia dini beliau sudah menjadi yatim piatu. Pada kanak-kanak itu pula belia harus mengembala ternak penduduk makkah. Di awal usia remaja beliau sudah mulai belajar berdagang dengan mengikuti pamannya  Abu  Thalib berdagang ke daerah-daerah sekitar Jazirah Arab. Beberapa teori kepemimpinan lainya juga dapat ditemukan pada diri Muhammad SAW. Misalnya, empat fungsi kepemimpinan (the 4 roles of leadership) yang dikembangkan oleh Stephen Covey. Konsep ini menekankan bahwa seseorang pemimpin harus memiliki empat fungsi kepemimpinan, yakni sebagai perintis (pathfinding), penyelaras (aligning), pemberdaya (empowering), dan panutan (modeling).
MUNCULNYA SEORANG PEMIMPIN DALAM MASYARAKAT ISLAM
Sedikit banyak, teori tentang kemunculan seorang pemimpin dalam masyarakat Islam tidak berbeda dengan teori umum yang berkembang sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pandangan utama dalam masyarakat Islam tentang siapa yang layak menyandang predikat sebagai seorang pemimpin.
Namun demikian, Islam adalah agama yang tidak bebas dari sistem nilai budaya tempat dimana Islam itu bermula. Banyak pakar yang beranggapan bahwa Arab dan Islam memiliki hubungan yang sangat erat, keduanya saling mempengaruhi sehingga sedikit banyak Islam dipengaruhi oleh Arab dan demikian juga sebaliknya, Arab banyak dipengaruhi Islam.
Dalam konteks ini, barulah kita dapat memahami mengapa tradisi Arab sebelum Islam yang berkaitan dengan kepemimpinan masih melekat kuat dalam masyarakat Arab. Masyarakat Arab Mekkah percaya bahwa pemimpin itu lahir dari suku yang paling utama, yakni suku Quraisy. Namun tidak hanya itu, mereka juga mengakui konsensus akan pengangkatan seorang pemimpin.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kemunculan seroang pemimpin dalam masyarakat Arab-Islam, bahkan hingga kini, terbagi kepada dua hal. Pertama, teori keturunan (berdasarkan klan, qabilah), dan kedua, teori sosial (social consensus).
Pada teori yang pertama, masyarakat Islam percaya bahwa bangsa Arab adalah seseorang yang memiliki bakat kepemimpinan yang kuat. Hal ini disebabkan kekuatannya dalam menghafal, kekuatan fisiknya dan keberaniannya. Tidak hanya itu, secara kultural, umat Islam mendasarkannya dengan beberapa pemimpin religius yang memainkan peran dalam panggung sejarah umat Islam adalah orang Arab.
Adapun keyakinan orang Arab Mekkah pada masa sebelum Islam yang memandang Quraisy sebagai suku yang paling mulia dan utama adalah disebabkan oleh sifat amanahnya yang menjaga dan melindungi Ka’bah selama bertahun-tahun. Ka’bah sendiri memang memiliki perngaruh tertentu bagi masyarakat Arab Mekkah pada masa itu.
Kedua, konsensus sosial. Kasus ini dapat dilihat dari penunjukan Muhammad sebagai orang yang dipercaya semua pemuka kabilah. Muhammad pada saat itu hanyalah seorang remaja dan belum memiliki pengaruh apapun, namun dengan berbagai pertimbangan, semua kabilah ini mempercayai Muhammad untuk mengambil keputusan manakala terjadi perselisihan diantara kabilah-kabilah untuk meletakkan kembali hajar aswad yang jatuh dari tempatnya. Peristiwa inilah yang kemudian menyebabkan Muhammad diberi gelar Al-Amin, artinya orang yang terpercaya.
Kedua fenomena ini dapat dijadikan acuan dasar untuk memahami teori kemunculan seorang pemimpin dalam masyarakat Islam. Dengan begitu, meskipun tidak berada dalam masyarakat Arab, umat Islam dapat menentukan seorang pemimpin berdasarkan konsensus sosial atau kesepakatan berdasarkan musyawarah dengan didasarkan pada beberapa kriteria tertentu.
TIPOLOGI IDEAL KEPEMIMPINAN ISLAM
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal bahwa sesungguhnya tidak ada kepemimpinan ideal yang merujuk pada satu tipe saja, namun pemimpin ideal atau pemimpin efektif adalah pemimpin yang sanggup menyesuaikan diri dan organisasinya dengan lingkungan yang dihadapinya.
Namun demikian, konsep idealitas itu dapat dipahami dalam empat kata kunci, yakni keadilan (qisth, equalizing, leveling), amanah (accountability), dakwah (sociality), dan ummah (collectivity) yang akan melahirkan konsep “civil leadership” atau kepemimpinan yang terwujud dan diperkuat dengan konsep keumatan.
Oleh karena itu, untuk tetap melihat posisi manusia sebagai makhluk paling mulia yang dipilih Tuhan sebagai pengelola alam ini, maka paling tidak, kita dapat mengidentifikasi beberapa prinsip pokok dalam kepemimpinan Islam secara konseptual, dan hubungan hubungan antar individu atau antar kelompok dalam konteks praktis.
Prinsip Pertama: Saling menghormati dan memuliakan
Sebagaimana Allah telah memuliakan manusia, adalah suatu keharusan untuk setiap manusia untuk saling menghormati dan memuliakan, tanpa memandang jenis suku, warna kulit, bahasa dan keturunannya. Bahkan Islam mengajarkan untuk menghormati manusia walaupun telah meninggal dunia.
Pernah diriwayatkan dalam suatu hadits bahwa Nabi Muhammad SAW berdiri khusyu’ menghormati jenazah seorang Yahudi. Kemudian seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia jenazah Yahudi”. Nabi SAW bersabda: “Bukankah dia juga adalah seorang berjiwa ?”. (HR. Imam Muslim).
Apa yang dilakukan oleh Nabi adalah sebuah tindakan mulia dengan memberikan penghormatan kepada orang lain meskipun memiliki keyakinan yang berbeda. Dalam konteks organisasi dan kepemimpinan, perbedaan merupakan sesuatu yang lumrah terjadi dan semua itu hendaknya disikapi secara bijaksana dengan tetap memegang prinsip menghormati dan memuliakan sehingga tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan.
Prinsip Kedua: Menyebarkan kasih sayang
Hal ini merupakan eksplorasi dari risalah Islam sebagai ajaran yang utuh, karena dia datang sebagai rahmat untuk seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Maka Nabi SAW bersabda: “Tidak akan terlepas kasih sayang kecuali dari orang-orang yang hina”.
Kasih sayang menjadi kunci dalam pergaulan kehidupan manusia dalam konteks apapun, tidak terkecuali dalam konteks organisasi. Seorang pemimpin yang memiliki sifat berkasih-sayang akan dipandang sebagai panutan yang selalu memberikan perlindungan kepada pengikutnya. Pemimpin yang berkasih-sayang juga memberikan rasa aman kepada para pengikutnya. Semua tindakannya dilakukan atas dasar kasih-sayang terhadap seluruh pengikutnya dan perkembanagan organisasi yang dipimpinnya.
Prinsip Ketiga: Keadilan
Secara teologis, salah satu golongan yang dijanjikan memperoleh ganjaran sorga adalah pemimpin yang adil. Hal ini menggambarkan bahwa pemimpin yang adil tidak hanya menjadi panutan pengikutnya, tetapi juga dihargai oleh Tuhan. Islam mengajarkan kita untuk menegakkan keadilan bahkan dalam keadaan perang sekalipun. Dan Islam menjadikan berlaku adil kepada musuh sebagai hal yang mendekatkan kepada ketaqwaan (QS. Al-Maidah: 8). Untuk merealisasikan hal ini, Islam tidak hanya menyuruh berbuat adil, tapi juga mengharamkan kezaliman dan melarangnya sangat keras.
Dalam konteks organisasi, keadilan seorang pemimpin sering menjadi faktor yang menentukan kinerja dan motivasi seorang bawahan. Perlakuan yang dianggap tidak adil akan mendatangkan masalah yang lebih besar yang tidak hanya akan merugikan pemimpin secara individu—dalam bentuk kehilangan sumber daya manusia, tetapi juga pengurangan kualitas organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, prinsip keadilan hendaknya dipandang sebagai titik pijakan yang paling penting dalam memimpin dan mengelola organisasi.
Prinsip Keempat: Persamaan
Prinsip ini adalah cabang dari prinsip sebelumnya yaitu keadilan. Persamaan sangat ditekankan khususnya di hadapan hukum. Ia seringkali dipandang sebagai faktor yang membedakan antara satu orang dengan yang lain adalah taqwa dan amal shaleh, (iman dan ilmu). (QS. Al-Hujurat:13).
Dalam konteks organisasi, persamaan berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam lingkungan organisasi yang dimaksud. Masing-masing tidak hanya memiliki wewenang dan tanggung jawab, tetapi juga hak-hak tertentu. Jika hak dan kewajiban ini tidak berjalan secara wajar akan melahirkan konflik internal yang dalam jangka panjang akan merugikan organisasi secara keseluruhan.
Prinsip Kelima: Perlakuan yang sama
Organisasi dihuni oleh orang-orang yang berbeda. Tidak hanya memiliki perbedaan sifat dan karakter, tetapi juga perbedaan latar belakang, tidak jarang perbedaan keyakinan dan pemahaman atas sesuatu. Untuk menjaga stabilitas organisasi, hendaknya seorang pemimpin memperhatikan prinsip ini, memperlakukan mereka secara sama—berdasarkan ukuran-ukuran tertentu.
Secara praktis, seorang pemimpin dapat membalas suatu kebaikan,  misalnya dengan memberikan penghargaan (reward) kepada mereka yang memiliki prestasi dengan tidak melihat perbedaan yang ada diantara mereka. Demikian juga ketika menerapkan hukuman atau sanksi. Hal ini akan berhubungan dengan etos kerja seluruh pengikut dalam organisasi.
Prinsip Keenam: Berpegang pada akhlak yang utama
Yang dimaksud dengan akhlak utama adalah beberapa perilaku yang mencerminkan keutamaan, khususnya yang berkaitan dengan pergaulan hidup diantara sesama manusia. Diantara beberapa akhlak utama itu adalah; lemah-lembut, mudah memaafkan, berlapang dada, bersabar, gemar menolong dan lain-lain.
Islam mengajarkan agar kita memiliki akhlak mulia sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Jika semua umat muslim tidak mampu memenuhi persyaratan ini, hendaknya seorang pemimpin memenuhi berbagai kriteria ini, sebab bagaimana pun seorang pemimpin adalah sosok yang diteladani dan diikuti, tidak hanya apa yang diucapkannya tetapi juga apa yang dilakukannya.
Pemimpin yang lemah-lembut akan dipandang sebagai orang yang santun dan tidak pernah meremehkan orang lain. Ketika menemukan kesalahan dari pengikutnya, ia akan menegur dengan hati-hati dan tetap menghargai kehormatannya. Pemimpin yang mudah memaafkan bukanlah pemimpin yang lemah, justru sifat ini merupakan gambaran dari kekuatan untuk memahami kesalahan yang dilakukan dalam batasan-batasan tertentu. Ia juga menggambarkan cara berpikir yang positif.
Pemimpin yang selalu berlapang dada akan menerima semua kritikan dari bawahan sehingga lebih mudah memperbaiki kualitas kepemimpinannya di masa yang akan datang. Kesabaran adalah salah satu sifat yang wajib dimiliki seorang pemimpin. Tidak semua pengikut yang bergabung dalam organisasi memiliki kecerdasan dan keterampilan yang sama. Boleh jadi seorang pemimpin membutuhkan waktu lebih banyak dalam mengarahkan atau memberikan suatu pentintah kepada bawahan, atau dalam situasi persaingan organisasi, seorang pemimpin yang sabar tidak akan cepat terpengaruh dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.
Oleh karena itu, moralitas atau akhlak menjadi kunci dalam menjalankan kepemimpinanterlebih dalam kehidupan organisasi baik formal maupun informal.
Prinsip Ketujuh: Kebebasan
Islam adalah agama yang menghargai kebebasa. Bahkan Islam tidak menyukai pemaksaan, temasuk dalam agama. Hal ini disebabkan oleh pandangan Islam sendiri dalam memahami manusia yang telah dibekali akal dan pikiran sehingga dapat menentukan pilihan atas dasar pertimbangannya tanpa dipengaruhi pihak mana pun. Kebebasan adalah bentuk penghargaan atas status manusia sebagai makhluk yang paling mulia.
Namun demikian, kebebasan yang dimaksud bukanlah melepaskan diri dari segala ketentuan dan ikatan untuk menuruti hawa nafsu sehingga seseorang dapat melanggar hak-hak orang lain yang justru menjadi pangkal dari kekacauan dan kerusakan. Syaikh Muhammad Abu Zahrah mengatakan bahwa kebebasan yang hakiki dimulai dengan membebaskan jiwa dan nafsu mengikuti syahwat dan menjadikannya tunduk kepada akal dan hati.
Dalam konteks organisasi, setiap orang memiliki kebebasan dalam batasan-batasan tertentu yang disepakati sebagai nilai-nilai atau norma-norma organisasi. Masing-masing bebas mengutarakan pikirannya selama tidak menyinggung dan mengganggu hak orang lain. Pemimpin yang memegang prinsip ini tidak akan bersikap sewenang-wenang terhadap bawahannya.
Prinsip Kedelapan: Menepati janji
“Kami tidak butuh janji, tetapi bukti!” Ungkapan inilah yang sering muncul dalam tuntutan banyak orang ketika mulai kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin mereka. Fenomena ini membuktikan bahwa sesungguhnya orang-orang yang kita pimpin selalu mengevaluasi kinerja kita selaku pemimpin. Kesadaran semacam inilah yang seringkali tidak dimiliki oleh para pemimpin sehingga mereka mengumbar janji tanpa menepatinya.
Dalam ajaran Islam, menepati janji merupakan jaminan untuk mempertahankan kepercayaan dalam kehidupan antar-manusia. Bahkan, melanggar janji merupakan satu tanda dari kemunafikan. Nabi SAW bersabda: “Tanda orang munafik itu ada tiga; bila berbicara dia berbohong, bila berjanji dia melanggarnya dan bila diberi amanat dia mengkhianatinya”.
Seorang pemimpin sebaiknya tidak banyak menjanjikan sesuatu kepada bawahannya, tetapi jika harus berjanji maka harus ditepati. Dalam konteks organisasi profesional, menepati janji dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam memimpin. Reputasi seorang pemimpin salah satunya ditentukan dengan sikap disiplinnya terhadap janji. Hilangnya kepercayaan bawahan, atau bahkan kolega organisasi seringkali disebabkan oleh perilaku pemimpin yang mudah melanggar janji.
Demikianlah beberapa prinsip kepemimpinan ideal yang dikehendaki dalam kepemimpinan Islam yang secara keseluruhan menggambarkan keempat kata kunci di atas tadi. Tidak hanya sesuai dengan ajaran Islam secara teologis, tetapi juga sejalan dengan aturan-aturan kemanusiaan atau kehidupan sosial.
Kepemimpinan Islam harus dipahami sebagai suatu aktivitas yang bertitik-tolak, berawal dan berujung pada kepentingan umat. Apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin bukanlah keinginan-keinginan sekelompok atau sebagian-sebagian saja melainkan untuk kepentingan seluruh umat.
Dalam konteks organisasi, mungkin pengertian ini akan sedikit berbeda mengingat lingkupnya yang lebih kecil. Namun semua prinsip ini tetap dapat dijadikan sebagai pedoman dasar dalam menjalankan amanah kepemimpinan untuk tetap menghidupkan organisasi dalam kondisi apapun.

Komunikasi dan Motivasi dalam Kepemimpinan Islam
Sejalan dengan teori yang umum berkembang, komunikasi dan motivasi adalah kunci keberhasilan sebuah proses kepemimpinan dalam Islam. Komunikasi merupakan jembatan yang menghubungkan antara aspirasi bawahan dengan kebijakan seorang pemimpin. Tidak hanya itu, komunikasi juga merupakan sarana untuk mempertahankan kinerja seluruh komponen dari proses kepemimpinan tersebut.
Berbeda dengan konsep kepemimpinan komunitas perusahaan, kepemimpinan Islam adalah konsep yang universal. Ia terikat serangkaian etika dan moral tertentu yang secara keseluruhan merupakan bagian yang melekat dengan diri pemimpin yang bersangkutan. Meskipun tidak ada manusia yang sempurna, kepemimpinan Islam menuntut seorang pemimpin yang mendekati sempurna dalam ukuran rata-rata kebanyakan manusia yang dipimpinnya.
Salah satu faktor yang paling menentukan kepemimpinan Islam adalah keterampilan berkomunikasi dan memberikan motivasi kepada orang-orang yang bekerja dan berjuang dengannya. Hal ini juga mengandung pengertian bahwa pemimpin harus menjadi seseorang yang pantas untuk diteladani. Bukankah akan terdengar ironis jika seorang pemimpin meminta bawahannya untuk bekerja keras sementara ia berleha-leha? Motivasi macam apa yang diharapkan dalam kondisi ini?
Seorang pemimpin dituntut untuk mampu berkomunikasi secara efektif. Dalam konteks kepemimpinan Islam, yang dimaksudkan dengan komunikasi efektif itu paling tidak memiliki 8 indikator penting.
Pertama, qaulan karima atau komunikasi dengan bahasa atau kata-kata yang mulia. Yang dimaksudkan dengan perkataan yang mulia adalah komunikasi yang beretika. Menurut Al-Mawardi, perkataan yang mulai adalah ucapan-ucapan baik yang mencerminkan kemuliaan. Al-Maraghi, mengartikan dengan perkataan yang mulia.
Sedangkan Hamka dalam Tafsir Al-Azhar mengartikannya dengan perkataan yang pantas, kata-kata yang mulia, kata-kata yang keluar dari mulut yang beradab bersopan santun. Kata-kata yang mulia lebih lanjut menurut Hamka adalah kata-kata yang membesarkan hati dan memberikan motivasi, yang menimbulkan kegembiraan kembali pada cahaya mata yang mulai kuyu karena tekanan umur, diiringi dengan kasih mesra, yang datang dari lubuk hati yang tulus dan ikhlas.
Kedua, qaulan maysura. Yang dimaksud qaulan maysura ucapan yang mudah dipahami, lunak dan lemah lembut yang seperti ucapan yang diucapkan oleh orang kaya yang dermawan kepada mereka yang tidak mampu untuk menolong orang yang papa, maka perkataan yang mulia ini dapat menjadi obat penawar kegundahan.
Seorang pemimpin yang baik adalah mereka yang dapat memberikan rasa aman dan menjamin rasa keadilan. Melalui kata-katanya yang menenangkan dan menyejukkan, seorang pemimpin dapat mengurangi beban dan masalah yang dihadapi masyarakat.
Pemimpin juga hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang secara umum membuat masyarakat menjadi bingung dengan apa yan dikatakannya karena sebaiknya pemimpin menggunakan bahasa yang mudah dipahami semua orang.
Ketiga, qaulan layyina. Yang dimaksud dengan qaulan layyina adalah kata-kata yang lemah-lembut dan santun. Kegagalan komunikasi seorang pemimpin dengan siapapun biasanya sangat ditentukan oleh sikap yang tidak santun ketika berkomunikasi. Islam mengajarkan agar sesuatu itu disampaikan secara santun sehingga dapat diterima dengan baik oleh siapapun.
Keempat, qaulan ma’rufa. Secara bahasa berarti perkataan yang ma’ruf. Dengan demikian, ia mengandung pengertian perkataan yang menggambarkan kearifan. Perkataan yang arif akan menggambarkan kebijaksanaan. Dan perkataan yang sopan menggambarkan sikap terpelajar dan kedewasaan.
Komunikasi menggambarkan sejauhmana kedalaman pengetahuan dan wawasan seorang pemimpin. Jika seorang pemimpin tidak memiliki pengetahuan yang luas, maka ia tidak akan dapat bersikap arif, demikian juga dalam hal menyampaikan gagasannya kepada orang lain.
Kelima, qaulan sadida. Wahbah al-Zuhaily mengartikan qaulan sadîda  sebagai ucapan yang tepat dan bertanggung jawab, yakni ucapan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini berkenaan dengan konsistensi seorang pemimpin dengan nilai-nilai yang dianutnya. Seorang pemimpin yang baik adalah yang dapat dengan teguh mempertahankan prinsip yang dipegangnya. Karena pada hakikatnya kepemimpinan merupakan amanah dari Allah, maka ia akan menjalankan amanah itu sesuai dengan ajaran Allah.
Keenam, qaulan baligha. Jalaludin Rakhmat mendefinisikan istilah ini menjadi dua pengertian: Pertama, qawlan baligha terjadi bila komunikator menyesuaikan pembicaraanya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya. Kedua, qawlan baligha terjadi bila komunikator mampu menyentuh komunikannya pada hati dan otaknya sekaligus.
Dengan demikian yang dimaksud dengan qawlan baligha adalah perkataan yang disesuaikan dengan bahasa komunikannya. Hal ini senada dengan keberadaan seorang rasul yang diutus sesuai dengan bahasa kaumnya (Q.S.[14]: 4)
Oleh karena itu, seorang pemimpin yang baik adalah orang yang paling mengerti masyarakat yang dipimpinnya. Masalah apa yang mereka hadapi, apa yang mereka butuhkan, bagaimana manyampaikan gagasan yang dapat mereka pahami dengan bahasa dan kapasitas kemampuan intelektual mereka dan sebagainya. Dengan demikian, kecerdasan intelektual seseorang belumlah cukup untuk menjadi seorang pemimpin yang baik hingga ia benar-benar memahami siapa yang dihadapinya.
Ketujuh, qaulan tsaqila. Perkataan yang berbobot, yang tidak sia-sia dan tidak bertentangan dengan wahyu atau al-Qur’an. Dengan demikian, perkataan yang harus disampaikan oleh seorang pemimpin adalah perkataan yang berbobot seperti al-Qur’an.
Perkataan yang berbobot juga mengandung pengertian perkataan yang sulit dibantah kebenarannya. Seorang pemimpin yang baik akan memiliki kharismatika tertentu jika perkataannya selalu berbobot. Hal ini sekaligus mencerminkan kecerdasan dan kepekaannya dalam menghadapi masalah.
Kedelapan, qaulan adzima. Perkataan yang dahsyat atau perkataan yang dapat mendatangkan perubahan. Pemimpin yang hebat adalah mereka yang dapat memotivasi bawahannya dengan perkataan yang dapat mengubah mereka menjadi lebih kreatif, aktif dan produktif. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin dalam memberikan motivasi kepada bawahannya.
Namun tidak hanya kata-kata, perbuatan yang bertolak belakang dengan ucapan seringkali menjadi faktor kegagalan dalam komunikasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin dalam masyarakat Islam hendaknya memiliki konsistensi antara perkataan dengan perbuatannya sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam komunikasi dan proses kepemimpinan secara keseluruhan.
KESIMPULAN DAN SARAN 
A.    KESIMPULAN
               Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.Tipe-tipe kepemimpinan pada umumnya adalah tipe kepemimpinan pribadi, Tipe kepemimpinan non pribadi, tipe kepemimpinan otoriter, tipe kepemimpinan demokratis, tipe kepemimpinan paternalistis, tipe kepemimpinan menurut bakat. Disamping tipe-tipe kepemimpinan tersebut juga ada pendapat yang mengemukakan menjadi tiga tipe antara lain : Otokratis, Demokratis, dan Laisezfaire. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pemimpin meliputi ; kepribadian (personality), harapan dan perilaku atasan, karakteristik, kebutuhan tugas, iklim dan kebijakan organisasi, dan harapan dan perilaku rekan. Yang selanjutnya bahwa factor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kesuksesan pemimpin dalam melaksanakan aktivitasnya. 
Tugas pemimpin dalam kepemimpinannya meliputi ; menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok, dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai, meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang memahami akan tugas dan kewajibannya, serta dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.